Gamang.
Melayang benakku sejak semalam.
Memikirkan macam-macam.
Kadang tentang dia, dia, dia, mereka dan orang-orang.
Ada yang datang seperti ingin menyayang namun menyakiti lalu menghilang.
Ada yang hadir, meminjam hati, barang ataupun sekadar uang.
Apakah berteman hanya tentang saling meluka diam-diam ?
Apakah berteman hanya tentang saling meluka diam-diam ?
Oh maafkan aku Tuhan, ku bukan sedang merajuk ataupun meradang. Tolong dengarkan diary hari iniku sekejap saja Ya Rahman.
Tuhan...
Hari ini aku berpuasa.
Kurasa ia tak akan terjaga jika aku hanya di rumah saja.
Maka kuputuskan untuk jalan ke tempat yang muncul di benakku tiba-tiba :
Masjid Cut Meutia.
Beberapa kali event di Jakarta, dulu aku sempatkan singgah untuk shalat disana.
Tak ada perasaan apa-apa.
Hari ini entah kenapa, aku ingin menjumpainya.
Bukan karena aku begitu religiusnya.
Mungkin karena letak masjid itu dekat dengan stasiun kereta saja alasannya.
Sesungguhnya ku lebih menikmati perjalanannya.
Antara stasiun Bogor hingga Gondangdia.
Perjalanan dengan kereta tak seberapa.
Namun jadi lebih banyak yang bisa disapa.
Bershalawat lebih panjang dan leluasa.
Atau sekadar melepas jatah tempat duduk di kereta.
Sesampai disana...
Kuterpekur menatap permadani, lampu dan ukiran-ukirannya.
Meski umur bangunannya setua leluhur kita tapi ternyata sejarahnya tak seheroik yang kukira.
Nama Cut Meutia untuk masjid ini sesederhana mengutip nama jalan tempat berdirinya yaitu jalan Cut Meutia.
Itu bukan masalah.
4 jam disana beserta seharian pergi pulang menggunakan kereta aku temukan hikmahnya.
Mengapa siapapun sesungguhnya bisa menemukan kedamaian hatinya.
Selama selalu menambatkan jiwa, lisan, tulisan, pikiran dan laku baiknya kepada Tuhan.
Disanalah kelapangan jalan dan ketenangan.
Aku acap bertanya, mengapa ada jenis manusia yang sanggup bertahan di dalam kebaikan meski dia terus digempur luka, ditipu yang tersayang atau dilecehkan orang.
Jawabnya...
Karena ia setia pada kebaikan.
Segenap keshalehan itu semata untuk ketenangan batinnya sendiri.
Dengan itu ia merasa dituntun dilindungi Tuhan.
Maka tak peduli siapapun hendak meluka.
Ada Allah yang setia menjaga.
Terasa bagaikan diantar doa restu Ibu.
Mungkin restu dan senyum Ibu Cut Meutia.
Pahlawan wanita cantik, lembut, dan shaliha.
Namanya disematkan pada tempat yang mulia.
Namanya disematkan pada tempat yang mulia.
Jika aku tak setabah Cut Meutia.
Tuhan, izinkan sepanjang dan akhir hayatku seindah surga.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^