Medsos, Dulu dan Sekarang - Saya kenal medsos khususnya FB ini sekitar akhir tahun 2008, dan Blog di sekitar pertengahan tahun 2009.
Selama kurun itu, di antara tahun 2008 hingga sekitar 2013an medsos khususnya Facebook sungguh bagai taman terbuka nan luas dan teduh tempat berekspresi dan berkreasi yang sungguh rancak dan asyik (setidaknya dari sudut pandang dan rasaku saat itu).
Newsfeed dipenuhi dengan status-status teman yang kalau nggak kocak ya mellow sekalian (puisi, prosa, cerpen, kata-kata bijak atau sekedar curhat). Tapi yang kocak maupun yang mellow dua-dua sama menginterpretasi ketulusan, hampir tak pernah merasa ada tendensi apalagi provokasi.
Lahirnya jejaring sosial berfitur ruang -ruang untuk mengunggah pemikiran dan perasaan dalam rupa tulisan dan foto-foto dirayakan orang dalam suasana riang. Orang-orang seolah menemukan jalan pintas untuk saling terkoneksi satu sama lain lalu saling berbagi, meski dalam lain dimensi. Dimensi maya, perspektif yang niskala.
Saya masih ingat betapa paling tidak dua hari sekali saya menulis cerita dan mengunggahnya di sosial media , tentu tanpa lupa menandai (tag) teman yangsabar setia membaca ocehan saya. Saya masih terkenang betapa saya dipertemukan dengan orang-orang yang hebat dalam bidangnya karena sering saling tag dan menyapa. Saya pun tak akan pernah lupa, betapa ada keluarga yang terbantu oleh donasi kawan-kawan di sosial media yang merespon tulisan saya tentang kesulitan ekonomi mereka.
Saya masih ingat betapa paling tidak dua hari sekali saya menulis cerita dan mengunggahnya di sosial media , tentu tanpa lupa menandai (tag) teman yang
Sayangnya, selepas masa itu perlahan suasana pukat sosial berlogo huruf F berona biru ini mulai terasa berubah. Entahlah apakah ini serupa jenis penyakit yang hanya mulai disadari saat sudah bercokol di stadium akhir.
Yang pasti sedikit demi sedikit atmosfir cinta dan kegembiraan terasa beranjak hilang. Satu persatu senyuman yang semula manis berubah menjadi skeptis bahkan lalu menjadi seringai sinis. Medsos bukan lagi taman terbuka nan teduh dan menyenangkan, ia kini bak gelanggang tempat opini dan impresi saling menyerang. Halus ataupun garang.
Yang saya acap sedihkan adalah betapa di era kemajuan teknologi saat ini yang memungkinkan kita mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi, sederas-derasnya penjelasan, tapi mengapa di beranda medsos saya bisa muncul issue yang sama tapi dengan dua "bunyi" yang jauh berbeda. Yang satu memuji, yang lain mencerca. Yang satu menyanjung, yang lain mencela.
Dari mulai issue beras, garam, dana haji hingga artis Korea. Semua tersaji bagai berasal dari olahan dua dapur di dua kutub selatan dan utara.
Saya sering bertanya-tanya apakah sekarang berlaku di masyarakat kita teori, "hanya membaca dan percaya pada sumber berita yang memuaskan syahwat pemikirannya semata" ? "Hanya menyimak dan meyakini kabar yang menyenangkan pemahaman dan pendapatnya saja ? Hanya bermantap jiwa pada apa yang datang dari kalangannya belaka?
Sama sekali tak ada ruang untuk bertabayun dan mengambil referensi dari sudut pandang lain untuk sekedar menghargai nalar sendiri dan untuk bersikap adil ? Tak adakah rasa penasaran untuk berinvestigasi atau sekedar berintrospeksi untuk coba menegakkan kejujuran diri ?
Tentu saja tak ada sesunggguhnya orang yang bisa sepenuhnya netral. Manusia dengan segala perangkatnya baik raga, ruh, pemikiran, rasa, dan keyakinannya membuatnya akan selalu butuh dan melakukan keberpihakan. Tapi, apakah keberpihakan bisa membutakan ?
Ahh, tiba-tiba teringat kata-kata seseorang :
"orang yang salah ngaku (merasa) salah sungguh lebih tinggi derajatnya dari orang yang benar ngaku (merasa) benar" katanya.
Mungkin karena orang yang merasa rendah, bodoh, salah dsb akan terus berusaha memperbaiki dirinya. Dan mungkin karena orang yang merasa tinggi karena merasa paling benar sendiri, merasa paling pintar sendiri, merasa paling baik sendiri dll akan terpenjara oleh perasan-perasaannya dan membuatnya berhenti dari terus belajar (tentang kebenaran) dan mulai mencari dan mengadili kesalahan orang lain, lupa dari mencari dan mengadili kesalahannya sendiri.
Semoga akan tiba kembali masanya medsos serupa medsosku yang dulu. Taman luas nan teduh tempat belajar berbagi dan peduli. Tempat merawat cinta dan menjadikan negeri ini tempat yang lebih baik dan menentramkan segenap penghuninya lagi.
Aamiin
Aamiin
Aku merasakan perbedaan itu..
ReplyDeleteOh ya, kutipan orang yang salah ngaku (merasa) salah sungguh lebih tinggi derajatnya dari orang yang benar ngaku (merasa) benar benar2 jlebb
Quote itu jadi pengingat ya kalau lebih baik ngerasa kurang ilmu aja biar mau terus belajar.
Deletedan akupun merasakan perubahan si F mba tapi sejauh ini pengen rasanya memihak tapi aku pun menghargai perbedaan makanya isi FB-ku saat ini mungkin tak menarik hehehehe
ReplyDeleteHehe ya gapapa berpihak mbak, yang penting ga usah merasa yg paling paling paling ini itu sehingga jadi mencela orang lain ya
Delete