Monday, March 27, 2017

Sayangi dan Jaga Pendengaranmu

Sayangi dan jaga pendengaranmu - Teman Goresanku, kalian termasuk yang suka pakai headset atau earphone buat dengerin musik dari HP nggak ? Saya sendiri suka, terutama kalau lagi beraktivitas sendirian misalnya saat sedang mengemudi kendaraan, waktu jogging bahkan sering juga saat sedang masak di dapur.

Kalau kebiasaan ini sama seperti kebiasaan sehari-harimu juga, hati-hati ya karena penggunaan head set atau earphone ini sebenarnya salah satu hal penyebab gangguan pendengaran terbesar di dunia saat ini. Penurunan fungsi pendengaran yang dulu biasanya diderita orang-orang lanjut usia, sekarang diderita juga oleh generasi mudanya seiring maraknya penggunaan earphone atau headset.


Sebelum lebih jauh membahas soal gangguan pendengaran ini, kebetulan pada 20 Maret 2017 yang lalu saya menghadiri peringatan Hari Pendengaran Sedunia 2017 di Gedung Direktorat Jendral P2PTM Kementrian Kesehatan Republik Indonesia di Jakarta dengan tema "Sayangi Pendengaranmu".

Dalam kesempatan itu hadir para nasumber yang memperbincangkan masalah pendengaran manusia khususnya di kalangan kawula muda di Indonesia. Para narasumber itu adalah :

1. dr. H. Mohamad Subuh, MPPM – Dirjen P2P

2. dr. Soekirman Soekin Sp.THT-KL – Ketua Perhimpunan Ahli THT Bedah Kepala Leher (PERHATI-KL)

3. Angkie Yudistia – Penderita gangguan pendengaran.



Banyak sekali hal yang khususnya saya dapatkan dalam acara itu, terutama yang berkaitan dengan pendengaran, dan jujur banyak "tertampar" juga terutama karena ternyata kadang saya memperlakukan pendengaran dengan cara yang salah misalnya mendengarkan musik dengan memakai headset sampai ketiduran.

Dalam paparan yang didampaikan oleh narasumber dijelaskan bahwa penggunaan earphone atau headset semakin meningkat di masyarakat modern tertama  karena kegemaran orang-orang mendengarkan musik dari smartphone atau perangkat audio lainnya. 

Pada tahun 2015, Organisasi Kesehatan Dunia  (WHO) memperkirakan milyaran anak muda di dunia berisiko menderita gangguan pendengaran akibat perilaku mendengar secara  tidak aman. Lebih dari 43 juta orang dengan rentang usia 12-35 tahun di negara  berpenghasilan menengah hingga tinggi, hidup dengan gangguan pendengaran.

Tingginya jumlah penderita gangguan pendengaran di kalangan anak muda ini terjadi akibat :

a) Terpapar tingkat suara tidak aman akibat  penggunaan perangkat audio personal (sekitar 50%)
b) Terpapar pada  tingkat suara yang berpotensi merusak, seperti hingar-bingar di klub-malam, diskotik, atau  bar (sekitar 40%).

Data WHO menunjukkan  bahwa resiko merebaknya gangguan pendengaran ini disebabkan salah satunya karena meningkatnya paparan suara bising di tempat-tempat publik seperti tempat rekreasi, klub-malam, bioskop, konser musik, tempat olahraga atau kelas fitness. Di tempat-tempat seperti itu, sudah biasa dipasang alat audio dengan volume tinggi yang berlebihan; saat mendengarkan musik dan dalam durasi waktu yang cukup lama juga.

Hasil analisis National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada 1994 hingga 2006 menunjukkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran di kalangan  remaja usia 12-19 tahun di Amerika Serikat meningkat secara signifikan, dari 3,5% menjadi 5,3%.  Pada tahun 1988, tercatat 15 persen remaja di Amerika Serikat mengalami masalah pada pendengarannya. Jumlah itu melonjak menjadi 19,5 persen pada tahun 2006. Wow nggak main-main ini. 

Angka ini diperkirakan akan terus bertambah seiring  meningkatnya jumlah masyarakat yang mendengarkan musik melalui perangkat headphone atau earphone. Peningkatan pengunaan headphone atau earphone terjadi sebesar 75% dari 1990 hingga 2005 di Amerika Serikat.

Komisi Eropa pada 2008 sudah melaporkan bahwa populasi penggunaan perangkat audio personal semakin meningkat. Ini berkaitan erat dengan meningkatnya penjualan smartphone. Sebanyak 470 juta perangkat berhasil dijual di seluruh dunia pada tahun 2011. Jumlah ini merupakan indikator kuat terjadinya peningkatan resiko gangguan pendengaran.

Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna aktif smartphone semakin meningkat. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia adalah  negara dengan pengguna smartphone ke-empat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.

Tingginya angka pengguna smartphone di Indonesia ini tentu perlu diperhatikan karena erat kaitannya dengan resiko gangguan pendengaran pemuda pemudi kita.

Gangguan Pendengaran Akibat (suara) Bising (GPAB)


Perilaku mendengarkan yang nggak aman, seperti mendengarkan musik melalui earphone dengan volume berlebih dalam waktu yang lama bisa banget menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising (GPAB).

GPAB ini bisa bersifat sementara bisa juga permanen. Biasanya seseorang mengalami gangguan pendengaran sementara setelah meninggalkan tempat yang bising. 

Tapi, meskipun pendengaran bisa pulih lagi setelah beberapa jam, masalah ini nggak boleh diabaikan. Jika terpapar kebisingan setiap hari secara terus menerus maka pendengaran seseorang bisa rusak secara permanen. Kerusakan permanen terjadi akibat pengabaian gangguan pendengaran sementara atau akibat mendengar suara sangat keras secara tiba-tiba, seperti suara ledakan mesin atau senjata.

Faktor risiko penyebab GPAB adalah paparan suara yang memekakkan telinga (> 85dB) dalam jangka waktu yang cukup lama dan berulang-ulang.

Selain paparan bising karena penggunaan perangkat audio, GPAB juga bisa disebabkan oleh kebisingan yang berasal dari lingkungan kerja, atau tempat kerja seperti bandara, pelabuhan, pabrik, bengkel, ruang praktek, dan lainnya.

Pencegahan GPAB bisa dilakukan dengan membatasi volume dan durasi penggunaan perangkat audio. Idealnya seseorang bisa mendengarkan musik dengan volume maksimal 60% dan durasi maksimal 60 menit.

Diantara pencegahan ketulian yang dapat kita lakukan adalah dengan : 
  1.  Menghindari lingkungan yang bising; 
  2.  Menghindari suara keras; 
  3.  Menggunakan alat pelindung pendengaran ketika sedang bekerja (earplug/earmuff); 
  4. Mengurangi waktu paparan bising dengan  mengatur waktu kerja; dan 
  5. Mengurangi intensitas atau kekerasan sumber bising pada pekerja industri.
Jika seseorang sudah terlanjur menderita GPAB, upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah: 
  • Segera berobat  ke fasilitas layanan kesehatan, konsultasikan dengan dokter spesialis THT; 
  • Menggunakan  alat bantu dengar; dan 
  • Bila berkomunikasi dengan GPAB dianjurkan untuk berbicara berhadapan, bicara perlahan-lahan dengan artikulasi yang jelas,  tidak perlu dengan suara yang keras, supaya pengidap GPAB dapat membaca gerakan bibir kita. 
Selain GPAB, gangguan pendengaran lain yang dapat dicegah adalah:
  • Tuli sejak lahir (tulikongenital)
  • Sumbatan serumen (kotorantelinga)
  • Otitis media suputaif kronik (OMSK/congek)
  • Tuli karena usia lanjut (presbikusis)

Telinga merupakan indera pendengaran yang sangat penting. Dengan telinga, seseorang bisa mendengar suara di sekitarnya dan memberikan reaksi terhadap suara tersebut; mengetahui arah sumber suara dan menjaga diri dari hal-hal yang mengancam, seperti ancaman kecelakaan lalulintas. Oleh karena itu, kesehatan pendengaran harus selalu dijaga, dengan melakukan deteksi dini serta upaya pencegahan.

Pencegahan gangguan pendengaran dilakukan untuk menghindari dampak buruk yang dapat terjadi. Bagi orang dewasa, gangguan pendengaran dapat mempengaruhi komunikasi, emosional, dan hubungan sosial seseorang. Sementara pada anak-anak akan mempengaruhi prestasi belajar dan mengganggu perkembangan wicara.

Kementerian Kesehatan mengadakan rangkaian kegiatan dalam memperingati Hari Pendengaran Sedunia. Kegiatan ini meliputi: 
  1. Sosialisasi dan diseminasi informasi tentang gangguan pendengaran melalui berbagai media cetak, elektronik, dan media lainnya serta pemasangan spanduk, umbul-umbul berisi pesan tentang gangguan pendengaran; 
  2. Mengirimkan surat edaran kepada seluruh Dinas Kesehatan Provinsi di Indonesia agar memperingati Hari Pendengaran Sedunia dengan melakukan promosi kesehatan dan deteksi dini gangguan pendengaran,  bekerjasama dengan Institusi Balai Kesehatan Indra Masyarakat, Komnas dan Komda PGPKT, LSM dengan  melibatkan masyarakat.
Kementerian Kesehatan menghimbau seluruh jajaran  pemerintah, swasta dan  masyarakat untuk berpartisipasi dan mendukung upaya pengendalian gangguan pendengaran. Kementerian Kesehatan mendorong kementerian/ lembaga  terkait lainnya untuk bersama-sama  mengatasi masalah kesehatan. demi meningkatnya derajat kesehatan seluruh masyarakat Indonesia melalui Pembangunan Kesehatan sebagai bagian integral dari Pembangunan Nasional.






















Angkie Yudistia


Oya di hari peringatan sedunia itu seorang pengidap gangguan pendegaran bernama Angkie Yudistia juga menceritakan pengalamannya sebagai pengidap tuna rungu stadium berat. Tapi dengan bantuan alat bantu dengar dan tentu saja semangat hidupnya yang sangat baik Angkie ternyata berhasil mengatasi masalahnya dan memperoleh banyak prestasi dalam kehidupannya saat ini.

Tetapi bagaimanapun, pendengaran adalah indera karunia Tuhan yang sama berharga seperti indera-indera kita lainnya, maka sudah seharusnya sama kita jaga. Semoga artikel ini mencerahkan kita semua ya  aamiin.





No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^