"Seberapa besar penghargaanmu seagung itu pula kehormatanmu bahkan lebih, lebih dan lebih lagi. "
Saya
percaya kalimat itu sejak lama, entah kapan. Lupa. Tetapi banyak buktinya,
berserakan kesaksiannya.
Penghargaan Seorang Ibu
Suatu
hari, di sekitar tahun 1854, Nancy; seorang wanita yang tinggal di Milan, Ohio
sebuah negara bagian Amerika Serikat mendatangi sebuah sekolah tempat anaknya
dititipkan untuk ikut belajar. Nancy mendatangi sekolah itu karena sehari sebelumnya
anaknya yang tuna rungu dan dianggap bodoh oleh guru dan teman-temannya pulang kepadanya sambil menangis dan
menyampaikan secarik surat untuk ibunya dari gurunya yang menyatakan bahwa
sekolah sudah tidak sanggup lagi mendidiknya.
Berbicara
bertatap muka, mempertanyakan dan memohon belas kasihan agar anaknya bisa tetap
ikut belajar di sekolah rupanya tak membuat Reverend G.B. sang guru mengubah
keputusannya. Maka dengan kepala tegak Nancy yang menyadari sekolah telah menolak
dan mengeluarkan anaknya itu berucap dengan lugas :
“Anak
saya bukan anak yang bodoh, jika anda tak sanggup mengajarinya, saya sendirilah
yang akan mendidiknya”
Maka demikianlah,
tekad dan perjuangan Nancy mendidik anaknya yang kehilangan kemampuan
pendengarannya akibat sebuah penyakit yang pernah dideritanya saat masih kecil bertambah
besar dan berat. Memang bukan hal yang mudah menjadi guru anak berkebutuhan
khusus lagi dipandang terbelakang oleh masyarakat.
Namun
Nancy menghargai karunia anak yang dititipkan Tuhan kepadanya meski selain dia
tak ada yang percaya anaknya berharga.
Dibelikannya sang anak buku-buku pengetahuan untuk dibacanya di rumah yang dengannya “si bodoh” kata orang itu melakukan percobaan-percobaan di atap rumahnya. Tidak hanya itu, Nancy pun mempelajari semua buku yang dibelinya agar dapat memahami apa yang diajarkannya kepada anaknya.
Dibelikannya sang anak buku-buku pengetahuan untuk dibacanya di rumah yang dengannya “si bodoh” kata orang itu melakukan percobaan-percobaan di atap rumahnya. Tidak hanya itu, Nancy pun mempelajari semua buku yang dibelinya agar dapat memahami apa yang diajarkannya kepada anaknya.
Ketika
anaknya menjelang usia 12 tahun, saat-saat dimana sang putra semakin kehilangan
pendengarannya, dibiarkannya ia bekerja sebagai penjual koran, apel dan gula-gula di jalur kereta api Port
Huron – Detroit untuk lebih melatih kemandiriannya.
Hingga saat menginjak usia 15 tahun anak ini berhasil membeli sebuah mesin cetak bekas yang dibelinya dari uang tabungannya. Lalu ia mencetak, mengedit dan menjual surat kabarnya sendiri yaitu Weekly Herald.
Hingga saat menginjak usia 15 tahun anak ini berhasil membeli sebuah mesin cetak bekas yang dibelinya dari uang tabungannya. Lalu ia mencetak, mengedit dan menjual surat kabarnya sendiri yaitu Weekly Herald.
Nancy
merawat dan mendidik sang putra sepenuh jiwa, tenaga dan pikirannya sampai di
kemudian hari si tuna rungu yang di masa kecilnya dianggap bodoh oleh guru-guru
dan teman-temannya itu diakui dunia sebagai penemu teknologi lampu pijar dan menjadi pemilik belasan perusahaan raksasa
yang salah satunya adalah perusahaan publik terbesar di dunia yaitu General
Electric.
Ibu yang
menghargai potensi anaknya sepenuh hati hingga menuai keberhasilan dan
kehormatan masyarakat dunia yang membanggakan ini adalah Nancy Matthews Edison,
ibunda dari Thomas Alva Edison sang penemu lampu pijar.
![]() |
Thomas Alva Edison |
Penghargaan Seorang Pejuang
Adalah
Nelson Mandela, seorang tokoh pejuang anti apartheid
dari Afrika Selatan pernah mengajarkan kepada dunia makna penghargaan pada
kemanusiaan, dimana perbedaan apapun termasuk perbedaan warna kulit manusia
tidak boleh menjadi sebab diskriminasi kelompok manusia satu kepada kelompok manusia
lainnya.
Namun apartheid yaitu politik pemisahan ras yang diterapkan oleh penguasa ras kulit putih di Afrika Selatan pada awal abad ke 20 hingga tahun 1990 justru menindasnya. Menginjak-injak harga kemanusiaan hanya karena perbedaan ras dan warna kulitnya.
Namun apartheid yaitu politik pemisahan ras yang diterapkan oleh penguasa ras kulit putih di Afrika Selatan pada awal abad ke 20 hingga tahun 1990 justru menindasnya. Menginjak-injak harga kemanusiaan hanya karena perbedaan ras dan warna kulitnya.
Hal ini
menjadi pemicu bangkitnya gerakan perlawanan anti apartheid oleh ribuan pemuda termasuk
salah satunya adalah Nelson Mandela.
Diawali dengan bergabungnya Nelson Mandela ke dalam Partai Nasional Afrika (ANC) untuk memperjuangkan hak kaum kulit hitam, namun kemudian hal ini jugalah yang menjadi penyebab dijebloskannya ia ke dalam penjara rezim berkuasa di kepulauan Robben sebuah tempat yang sangat terpencil di Afrika demi menjauhkannya dari pejuang pengikutnya.
Diawali dengan bergabungnya Nelson Mandela ke dalam Partai Nasional Afrika (ANC) untuk memperjuangkan hak kaum kulit hitam, namun kemudian hal ini jugalah yang menjadi penyebab dijebloskannya ia ke dalam penjara rezim berkuasa di kepulauan Robben sebuah tempat yang sangat terpencil di Afrika demi menjauhkannya dari pejuang pengikutnya.
Berbagai
macam siksaan demi siksaan dialami pemuda Mandela ini di dalam penjara. Tiada
hari dilaluinya melainkan bersama penderitaan, bukan saja derita fisik namun
bathinnya pun dibuat sedemikian rupa agar turut tersiksa. Selain ditempatkan di tempat yang buruk dan menjijikkan, kerja
paksa dan kelaparan.
Nelson
Mandela pun diisolasi dari dunia dan orang-orang yang dicintai dan
mencintainya. Mandela tidak diperkenankan bertemu dengan keluarganya, bahkan
saat ibu dan anaknya meninggal ia pun tak diizinkan untuk menziarahinya. Begitupun
dengan karunia kelahiran putri bungsunya, Nelson Mandela baru bisa melihatnya
untuk pertama kali saat usia sang putri menginjak 17 tahun.
Namun
rupanya penjara dan segala nestapa di dalamnya menjadikannya semakin menghargai
kehidupan. Siksaan demi siksaan mengubahnya dari pemuda yang reaktif dan
radikal menjadi pribadi yang tenang dan bijak. Tidak lagi melihat dan
menghayati takdirnya sebagai kegetiran hidup, namun sebaliknya dijalaninya hari
demi hari dengan kesyukuran dan menjadikannya ruang kontemplasi yang lebih jauh
dan dalam.
Mandela
menghadapi sipir-sipir penjara bukan sebagai jagal-jagal tak berjiwa, ia
percaya bahwa setiap manusia memiliki hati nurani dan cinta, maka meski mereka
menyiksanya Mandela tetap menghargai sisi kemanusiaannya. Mandela percaya bahwa
cinta menular dan bisa diajarkan, maka sebagai orang terpenjara ia justru
menjadi guru kehidupan para sipir dan teman-teman seperjuangannya. Memilih cinta
kasih sebagai jalan perjuangannya.
Selama 27 tahun dipenjara Mandela memilih kebijaksanaan, kasih dan perdamaian sebagai landasan perjuangannya dalam melawan ketidak adilan. Dan karena
itu pula pada akhirnya saat ia dapat kembali menghirup udara kebebasannya
Mandela memimpin kaumnya untuk memaafkan dan berdamai dengan penindas mereka. Dengan
cara itu Mandela bahkan berhasil mengajak mantan musuhnya dari rezim kulit
putih yang dipimpin oleh Presiden de Klerk untuk bersama-sama menghancurkan
sistem apartheid dari bumi Afrika selama-lamanya.
Pada tahun 1992 Nelson Mandela terpilih sebagai presiden
pertama Afrika Selatan dari ras kulit hitam secara demokratis, dan dua tahun
kemudian beliau bersama presiden Afrika Selatan sebelumnya de Klerk menerima
penghargaan Nobel Perdamaian dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
![]() |
Nelson Mandela |
Seberapa Penting Makna Penghargaan Untuk Manusia ?
Betapa
banyak orang di dunia ini yang tak kita kenal yang telah memuliakan dan
menghargai kehidupan sedemikian rupa sampai orang tak merasa bahwa mereka telah
dibawa pada kehidupan yang lebih baik dan indah. Manusia yang memanusiakan
manusia lainnya. Manusia yang menghargai sesamanya sesuai dengan keluhuran
nilainya di mata Pencipta mereka.
Dan
berapa banyak orang yang kita lihat merendahkan bahkan menista sesamanya sedemikian
rupa sehingga orang-orang tak merasa bahwa mereka telah digiring pada kehidupan
yang penuh kebencian dan permusuhan. Manusia yang kehilangan kemanusiaannya.
Manusia yang kehilangan harganya sebagai sesama makhluk Tuhan.
Mari kita
perhatikan fenomena time line media sosial saat ini misalnya, saat seseorang
melempar sebuah issue sedang hangat di dalamnya lalu datang komentator pertama
dengan bahasa yang netral, komentator kedua dengan bahasa yang santun, dan
komentator ketiga dengan bahasa yang kasar. Bagaimanakah kira-kira respon orang-orang
berikutnya pada ketiga komentar tersebut ? akan samakah ? Komentar mana yang
paling mengundang reaksi positif dan komentar mana yang paling mengundang
reaksi negatif ?
Semua
tahu jawabannya, kata-kata yang baik dan santun akan merangsang orang lain
untuk membalasnya dengan baik dan santun pula bahkan meskipun berbeda
pandangan. Begitupun sebaliknya kata-kata yang tidak sopan dan kasar akan
menstimulasi emosi orang lain untuk melakukan hal yang sama yakni berkata-kata
yang beringas dan kasar pula.
Semakin
berlanjut pertikaian pandangan dalam bahasa yang garang maka akan semakin
memanaskan suasana, maka tak heran perselisihan kata-kata bisa berlanjut pada
perkelahian fisik. Orang tak lagi segan untuk saling melukai bahkan saling membunuh
bermula dari ucapan yang menyakitkan.
Ucapan
yang menyakitkan kepada pasangan, anak, orang tua atau siapa saja adalah tanda
bahwa kita tak menghargai mereka . Sikap yang merendahkan teman, kerabat,
atasan atau bawahan adalah ciri bahwa kita tak menghargai mereka. Mimik muka
yang menyebalkan kepada tamu, pengamen, anak jalanan atau guru dan pedagang
adalah petunjuk bahwa kita tak menghargai mereka.
Maka
tunggulah saatnya dimana kita akan membayar semuanya, karena hidup ibarat
cermin yang memantulkan bayangan. Sedemikian yang kita berikan sedemikian pula
yang akan kita terima. Dan karena hidup adalah metafor tetumbuhan yang akan
dituai sesuai dengan apa yang telah kita semai.
Lihatlah anak-anak
yang tumbuh di dalam keluarga yang terbiasa saling menghargai, mereka akan
membawa-bawa nilai itu kemanapun mereka pergi dan berada. Entah di rumahnya,
entah di sekolahnya, entah di mana saja. Entah di dalam negerinya entahpun di
mancanegara. Entah di alam nyata entahpun di dunia maya. Nilai yang ditanam
orang tua dan lingkungannya di rumah akan diusungnya ke manapun tempat ia
menghadirinya.
Apakah
hal yang perlu dihargai itu ? Untuk siapakah penghargaan itu perlu disampaikan ?
Jawabnya adalah; Seberapa banyak kita ingin dihargai, maka sebesar itu pula
kita selayaknya menghargai orang lain.
- Perbedaan, biasanya perbedaan (dalam bentuk apapun) acapkali membuka ruang bagi orang yang tidak pandai menghargai orang lain untuk menjadikannya benih pertikaian. Perbedaan pendapat, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan pandangan politik, perbedaan kelompok, perbedaan partai, perbedaan kebangsaan, perbedaan ras dan sebagainya. Berapa banyak negara dan masyarakatnya yang terpecah belah dan saling bermusuhan karena masalah politik, karena pertikaian antar agama, karena perdebatan suatu masalah dan lain-lain.
- Kemerdekaan, biasanya merasa merdeka, merasa bebas atas haknya pun kerap membentang kawasan bagi orang yang tidak senang menghargai orang lain untuk menjadikannya bibit pertengkaran. Merdeka berpendapat, merdeka berkespresi, merdeka bersikap, merdeka bertindak. Semua bermula dari kurangnya penghormatan atas hak orang / pihak lain. Berapa banyak terjadi kerusuhan hanya karena seseorang atau sekelompok orang merasa bebas dan berhak menguasai sesuatu tak peduli walaupun hal itu mengusik kemerdekaan dan kebebasan orang lain. Berapa besar kehancuran alam terjadi akibat dari hilangnya penghargaan manusia kepada alam, merasa bebas merdeka membabat dan membakar hutan, merasa leluasa membangun perumahan dan pertokoan, merasa langgas membuang sampah di sungai-sungai ataupun sembarang ruang.
Sungguh,
tak terkirakan pentingnya menghargai apapun dan siapapun dalam kehidupan. Tanpa
kita sadari kita memetik dan menuai kasih sayang orang lain dan kehormatan diri
dari penghargaan kita selama hidup atas mereka.
Seberapa
besar penghargaan kita atas mereka maka
sebesar itu pula kehormatan yang akan kita dapatkan, bahkan lebih, lebih dan lebih.
“No one is born hating another person because of his skin,
or his background, or his religion. People learn to hate, and if they can learn
to hate, they can be taught to love. For love comes more naturally to the human
heart than its opposite.”
Sepakat sama paragraf terakhir, Mbak. Kalau kita ingin dihargai, maka hargailah orang lain sebesar penghargaan yang ingin kita dapat dari orang lain. Salut juga sama perjuangan ibunya Thomas Alva Edison. Cuma soal penemuannya, ada beberapa versi yang menyebut bola lampu merupakan hasil buah pikiran Nikola Tesla. Edison hanya membeli temuan Tesla dan melanjutkannya lebih serius. Wallahu a'lam.
ReplyDeletesip mbak, nice artikel
ReplyDeleteberawal dr penghargaan ya mbak, mereka jd tokoh2 dunia..
ReplyDeletesuka bgd dg parentingan ala ibunya thomas alva edison
tengkiu sharenya ya mbak dan sukses bwt dikau yak amin :)
Tulisannya menginspirasi mbak, suka deh. Sepakat ya, memang penghargaan itu penting sekali.
ReplyDeletepenghargaan yang kecil saja sudah berdapak sangat besar ya untuk orang lain
ReplyDeletesetuju mbak, seringkali perbedaan mmbuat orang jd kurang menghargai
ReplyDeleteAku juga suka belajar dari orang-orang yang rela berkorban. Setidaknya mereka orang yang mau dan mampu memikirkan kebahagiaan yang ada diluar dirinya
ReplyDeletePenghargaan itu penting banget mbak, membuat orang jadi bahagia walaupun hanya ucapan terimakasih aja
ReplyDelete