Tuesday, August 16, 2016

Seberapa Besar Penghargaanmu Seagung itu Pula Kehormatanmu



"Seberapa besar penghargaanmu seagung itu pula kehormatanmu bahkan lebih, lebih dan lebih lagi. "


Saya percaya kalimat itu sejak lama, entah kapan. Lupa. Tetapi banyak buktinya, berserakan kesaksiannya.


Penghargaan Seorang Ibu


Suatu hari, di sekitar tahun 1854, Nancy; seorang wanita yang tinggal di Milan, Ohio sebuah negara bagian Amerika Serikat mendatangi sebuah sekolah tempat anaknya dititipkan untuk ikut belajar. Nancy mendatangi sekolah itu karena sehari sebelumnya anaknya yang tuna rungu dan dianggap bodoh oleh guru dan teman-temannya pulang kepadanya sambil menangis dan menyampaikan secarik surat untuk ibunya dari gurunya yang menyatakan bahwa sekolah sudah tidak sanggup lagi mendidiknya.

Berbicara bertatap muka, mempertanyakan dan memohon belas kasihan agar anaknya bisa tetap ikut belajar di sekolah rupanya tak membuat Reverend G.B. sang guru mengubah keputusannya. Maka dengan kepala tegak Nancy yang menyadari sekolah telah menolak dan mengeluarkan anaknya itu berucap dengan lugas :

Anak saya bukan anak yang bodoh, jika anda tak sanggup mengajarinya, saya sendirilah yang akan mendidiknya” 

Maka demikianlah, tekad dan perjuangan Nancy mendidik anaknya yang kehilangan kemampuan pendengarannya akibat sebuah penyakit yang pernah dideritanya saat masih kecil bertambah besar dan berat. Memang bukan hal yang mudah menjadi guru anak berkebutuhan khusus lagi dipandang terbelakang oleh masyarakat. 

Namun Nancy menghargai karunia anak yang dititipkan Tuhan kepadanya meski selain dia tak ada yang percaya anaknya berharga. 

Dibelikannya sang anak buku-buku pengetahuan untuk dibacanya di rumah yang dengannya “si bodoh” kata orang itu melakukan percobaan-percobaan di atap rumahnya. Tidak hanya itu, Nancy pun mempelajari semua buku yang dibelinya agar dapat memahami apa yang diajarkannya kepada anaknya.

Ketika anaknya menjelang usia 12 tahun, saat-saat dimana sang putra semakin kehilangan pendengarannya, dibiarkannya ia bekerja sebagai penjual koran,  apel dan gula-gula di jalur kereta api Port Huron – Detroit untuk lebih melatih kemandiriannya. 

Hingga saat menginjak usia 15 tahun anak ini berhasil membeli sebuah mesin cetak bekas yang dibelinya dari uang tabungannya. Lalu ia mencetak, mengedit dan menjual surat kabarnya sendiri yaitu Weekly Herald.

Nancy merawat dan mendidik sang putra sepenuh jiwa, tenaga dan pikirannya sampai di kemudian hari si tuna rungu yang di masa kecilnya dianggap bodoh oleh guru-guru dan teman-temannya itu diakui dunia sebagai penemu teknologi  lampu pijar  dan menjadi pemilik belasan perusahaan raksasa yang salah satunya adalah perusahaan publik terbesar di dunia yaitu General Electric. 

Ibu yang menghargai potensi anaknya sepenuh hati hingga menuai keberhasilan dan kehormatan masyarakat dunia yang membanggakan ini adalah Nancy Matthews Edison, ibunda dari Thomas Alva Edison sang penemu lampu pijar.


Thomas Alva Edison



Penghargaan Seorang Pejuang



Adalah Nelson Mandela, seorang tokoh pejuang anti apartheid dari Afrika Selatan pernah mengajarkan kepada dunia makna penghargaan pada kemanusiaan, dimana perbedaan apapun termasuk perbedaan warna kulit manusia tidak boleh menjadi sebab diskriminasi kelompok manusia satu kepada kelompok manusia lainnya.

Namun apartheid yaitu politik pemisahan ras yang diterapkan oleh penguasa ras kulit putih di Afrika Selatan pada awal abad ke 20 hingga tahun 1990 justru menindasnya. Menginjak-injak harga kemanusiaan hanya karena perbedaan ras dan warna kulitnya.   

Hal ini menjadi pemicu bangkitnya gerakan perlawanan anti apartheid oleh ribuan pemuda termasuk salah satunya adalah Nelson Mandela. 

Diawali dengan bergabungnya Nelson Mandela ke dalam Partai Nasional Afrika (ANC) untuk memperjuangkan hak kaum kulit hitam, namun kemudian hal ini jugalah yang menjadi penyebab dijebloskannya ia ke dalam penjara rezim berkuasa di kepulauan Robben sebuah tempat yang sangat terpencil di Afrika demi menjauhkannya dari pejuang pengikutnya.

Berbagai macam siksaan demi siksaan dialami pemuda Mandela ini di dalam penjara. Tiada hari dilaluinya melainkan bersama penderitaan, bukan saja derita fisik namun bathinnya pun dibuat sedemikian rupa agar turut tersiksa. Selain ditempatkan  di tempat yang buruk dan menjijikkan, kerja paksa dan kelaparan. 

Nelson Mandela pun diisolasi dari dunia dan orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Mandela tidak diperkenankan bertemu dengan keluarganya, bahkan saat ibu dan anaknya meninggal ia pun tak diizinkan untuk menziarahinya. Begitupun dengan karunia kelahiran putri bungsunya, Nelson Mandela baru bisa melihatnya untuk pertama kali saat usia sang putri menginjak 17 tahun. 

Namun rupanya penjara dan segala nestapa di dalamnya menjadikannya semakin menghargai kehidupan. Siksaan demi siksaan mengubahnya dari pemuda yang reaktif dan radikal menjadi pribadi yang tenang dan bijak. Tidak lagi melihat dan menghayati takdirnya sebagai kegetiran hidup, namun sebaliknya dijalaninya hari demi hari dengan kesyukuran dan menjadikannya ruang kontemplasi yang lebih jauh dan dalam. 

Mandela menghadapi sipir-sipir penjara bukan sebagai jagal-jagal tak berjiwa, ia percaya bahwa setiap manusia memiliki hati nurani dan cinta, maka meski mereka menyiksanya Mandela tetap menghargai sisi kemanusiaannya. Mandela percaya bahwa cinta menular dan bisa diajarkan, maka sebagai orang terpenjara ia justru menjadi guru kehidupan para sipir dan teman-teman seperjuangannya. Memilih cinta kasih sebagai jalan perjuangannya. 

Selama 27 tahun dipenjara Mandela memilih kebijaksanaan, kasih dan perdamaian sebagai landasan perjuangannya dalam melawan ketidak adilan.  Dan karena itu pula pada akhirnya saat ia dapat kembali menghirup udara kebebasannya Mandela memimpin kaumnya untuk memaafkan dan berdamai dengan penindas mereka. Dengan cara itu Mandela bahkan berhasil mengajak mantan musuhnya dari rezim kulit putih yang dipimpin oleh Presiden de Klerk untuk bersama-sama menghancurkan sistem apartheid dari bumi Afrika selama-lamanya. 

Pada tahun 1992 Nelson Mandela terpilih sebagai presiden pertama Afrika Selatan dari ras kulit hitam secara demokratis, dan dua tahun kemudian beliau bersama presiden Afrika Selatan sebelumnya de Klerk menerima penghargaan Nobel Perdamaian dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).


Nelson Mandela


Seberapa Penting Makna Penghargaan Untuk Manusia ?


Betapa banyak orang di dunia ini yang tak kita kenal yang telah memuliakan dan menghargai kehidupan sedemikian rupa sampai orang tak merasa bahwa mereka telah dibawa pada kehidupan yang lebih baik dan indah. Manusia yang memanusiakan manusia lainnya. Manusia yang menghargai sesamanya sesuai dengan keluhuran nilainya di mata Pencipta mereka. 

Dan berapa banyak orang yang kita lihat merendahkan bahkan menista sesamanya sedemikian rupa sehingga orang-orang tak merasa bahwa mereka telah digiring pada kehidupan yang penuh kebencian dan permusuhan. Manusia yang kehilangan kemanusiaannya. Manusia yang kehilangan harganya sebagai sesama makhluk Tuhan.

Mari kita perhatikan fenomena time line media sosial saat ini misalnya, saat seseorang melempar sebuah issue sedang hangat di dalamnya lalu datang komentator pertama dengan bahasa yang netral, komentator kedua dengan bahasa yang santun, dan komentator ketiga dengan bahasa yang kasar. Bagaimanakah kira-kira respon orang-orang berikutnya pada ketiga komentar tersebut ? akan samakah ? Komentar mana yang paling mengundang reaksi positif dan komentar mana yang paling mengundang reaksi negatif ?

Semua tahu jawabannya, kata-kata yang baik dan santun akan merangsang orang lain untuk membalasnya dengan baik dan santun pula bahkan meskipun berbeda pandangan. Begitupun sebaliknya kata-kata yang tidak sopan dan kasar akan menstimulasi emosi orang lain untuk melakukan hal yang sama yakni berkata-kata yang beringas dan kasar pula. 

Semakin berlanjut pertikaian pandangan dalam bahasa yang garang maka akan semakin memanaskan suasana, maka tak heran perselisihan kata-kata bisa berlanjut pada perkelahian fisik. Orang tak lagi segan untuk saling melukai bahkan saling membunuh bermula dari ucapan yang menyakitkan. 

Ucapan yang menyakitkan kepada pasangan, anak, orang tua atau siapa saja adalah tanda bahwa kita tak menghargai mereka . Sikap yang merendahkan teman, kerabat, atasan atau bawahan adalah ciri bahwa kita tak menghargai mereka. Mimik muka yang menyebalkan kepada tamu, pengamen, anak jalanan atau guru dan pedagang adalah petunjuk bahwa kita tak menghargai mereka. 

Maka tunggulah saatnya dimana kita akan membayar semuanya, karena hidup ibarat cermin yang memantulkan bayangan. Sedemikian yang kita berikan sedemikian pula yang akan kita terima. Dan karena hidup adalah metafor tetumbuhan yang akan dituai sesuai dengan apa yang telah kita semai.

Lihatlah anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga yang terbiasa saling menghargai, mereka akan membawa-bawa nilai itu kemanapun mereka pergi dan berada. Entah di rumahnya, entah di sekolahnya, entah di mana saja. Entah di dalam negerinya entahpun di mancanegara. Entah di alam nyata entahpun di dunia maya. Nilai yang ditanam orang tua dan lingkungannya di rumah akan diusungnya ke manapun tempat ia menghadirinya. 

Apakah hal yang perlu dihargai itu ? Untuk siapakah penghargaan itu perlu disampaikan ? Jawabnya adalah; Seberapa banyak kita ingin dihargai, maka sebesar itu pula kita selayaknya menghargai orang lain. 


  1. Perbedaan, biasanya perbedaan (dalam bentuk apapun) acapkali membuka ruang bagi orang yang tidak pandai menghargai orang lain untuk menjadikannya benih pertikaian. Perbedaan pendapat, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan pandangan politik, perbedaan kelompok, perbedaan partai, perbedaan kebangsaan, perbedaan ras dan sebagainya. Berapa banyak negara dan masyarakatnya yang terpecah belah dan saling bermusuhan karena masalah politik, karena pertikaian antar agama, karena perdebatan suatu masalah dan lain-lain. 
  2. Kemerdekaan, biasanya merasa merdeka, merasa bebas atas haknya pun kerap membentang kawasan bagi orang yang tidak senang menghargai orang lain untuk menjadikannya bibit pertengkaran. Merdeka berpendapat, merdeka berkespresi, merdeka bersikap, merdeka bertindak. Semua bermula dari kurangnya penghormatan atas hak orang / pihak lain. Berapa banyak terjadi kerusuhan hanya karena seseorang atau sekelompok orang merasa bebas dan berhak menguasai sesuatu tak peduli walaupun hal itu mengusik kemerdekaan dan kebebasan orang lain. Berapa besar kehancuran alam terjadi akibat dari hilangnya penghargaan manusia kepada alam, merasa bebas merdeka membabat dan membakar hutan, merasa leluasa membangun perumahan dan pertokoan, merasa langgas membuang sampah di sungai-sungai ataupun sembarang ruang.

Sungguh, tak terkirakan pentingnya menghargai apapun dan siapapun dalam kehidupan. Tanpa kita sadari kita memetik dan menuai kasih sayang orang lain dan kehormatan diri dari penghargaan kita selama hidup atas mereka.

Seberapa besar penghargaan  kita atas mereka maka sebesar itu pula kehormatan yang akan kita dapatkan, bahkan lebih,  lebih dan lebih. 

“No one is born hating another person because of his skin, or his background, or his religion. People learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love. For love comes more naturally to the human heart than its opposite.”

Nelson Mandela – Long Journey to The Freedom




8 comments:

  1. Sepakat sama paragraf terakhir, Mbak. Kalau kita ingin dihargai, maka hargailah orang lain sebesar penghargaan yang ingin kita dapat dari orang lain. Salut juga sama perjuangan ibunya Thomas Alva Edison. Cuma soal penemuannya, ada beberapa versi yang menyebut bola lampu merupakan hasil buah pikiran Nikola Tesla. Edison hanya membeli temuan Tesla dan melanjutkannya lebih serius. Wallahu a'lam.

    ReplyDelete
  2. berawal dr penghargaan ya mbak, mereka jd tokoh2 dunia..
    suka bgd dg parentingan ala ibunya thomas alva edison
    tengkiu sharenya ya mbak dan sukses bwt dikau yak amin :)

    ReplyDelete
  3. Tulisannya menginspirasi mbak, suka deh. Sepakat ya, memang penghargaan itu penting sekali.

    ReplyDelete
  4. penghargaan yang kecil saja sudah berdapak sangat besar ya untuk orang lain

    ReplyDelete
  5. setuju mbak, seringkali perbedaan mmbuat orang jd kurang menghargai

    ReplyDelete
  6. Aku juga suka belajar dari orang-orang yang rela berkorban. Setidaknya mereka orang yang mau dan mampu memikirkan kebahagiaan yang ada diluar dirinya

    ReplyDelete
  7. Penghargaan itu penting banget mbak, membuat orang jadi bahagia walaupun hanya ucapan terimakasih aja

    ReplyDelete

Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^