Kenal pepatah ini kan Ayah, Bunda ?. Ya, pepatah lama yang menggambarkan bahwa sifat pembawaan, kegemaran, minat atau keadaan anak acapkali tak jauh dari hal-hal tersebut pada orang tuanya.
Mengingat itu, saya agak was-was pada diri sendiri karena saya ingin khususnya dua anak perempuan saya senang memasak meski tak harus menjadi "jagoan" yang bisa memasak menu apapun tapi setidaknya mereka bisa tak canggung melakukan pekerjaan-pekerjaan dapur yang mendasar dan sederhana semisal mencuci piring atau sekedar bisa buat nasi goreng atau membedakan mana jahe mana lengkuas itu sudah lumayan.
Saya was-was karena saya sendiri baru benar-benar agak menguasai "dunia dapur" setelah menikah. Dulu saat kecil hingga beranjak remaja tak terlalu akrab dengan hal memasak karena Mama saya yang seorang pekerja tak punya cukup waktu untuk banyak berkiprah di dapur sehingga dibanding memasak paling saya lebih banyak kenal dengan soal mencuci dan bebenah rumah saja. Kalaupun ada tempo kami memasak bersama itu adalah saat bulan ramadhan, apalagi dekat-dekat lebaran, biasanya Mama saya yang seorang guru mendapat jatah bahan-bahan untuk membuat kue dan kacang goreng. Di sanalah saya dan adik-adik happy bisa membuat kue-kue kering bareng Mama.
Saya perhatikan sepupu saya, dulu perlahan bisa membuat kue atau tetangga yang setelah mereka besar menjadi ahli memasak bahkan ada yang memiliki usaha bakery ataupun catering karena sependek ingatan saya saat mereka kecil sering membantu ibunya memasak ataupun melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Kecanggungan saya memasak membuat saya merasa menjadi kurang berguna saat saya mulai aktif di organisasi-organisasi yang saya ikuti atau manakala ada pertemuan keluarga di mana para perempuan biasanya berkumpul di dapur membantu sang empunya hajatan menyiapkan hidangan.
Saya pernah ditegur seorang teman perempuan saat kami sedang menyiapkan masakan untuk dhuafa di bulan ramadhan karena menurutnya saya salah mencacah bawang merah dan bawang putih dengan cara melintang. Seharusnya saya mengiris bawang itu dengan arah memanjang sesuai bentuk bawang yang melancip ke bawah karena bawang-bawang itu akan dibuat untuk menjadi bawang goreng.
Waktu itu saya malu dan sedikit ingin menangis karena teguran itu disampaikan di hadapan orang-orang.
Hal memalukan lain terjadi saat sebentar setelah menikah, rumah kami dikunjungi bapak dan ibu mertua saya selama beberapa hari. Waktu itu untuk urusan nasi tak ada masalah karena membuat nasi sudah menggunakan rice cooker. Tinggal mencuci beras, mengatur volume air dalam beras dan klik, setengah jam kemudian nasi matang deh.
Tapiii, yang bikin illfeel itu saat sudah semangat dan berkeringat-keringat memasak sayur kacang merah ala Bandung ceritanya, saat dihidangkan di meja tiba-tiba kakak ipar saya yang ikut menginap nyeletuk :
"Koq berminyak ya sayur kacang merahnya ?"
Saya bengong langsung meraba kulit wajah saya yang berminyak (apa hubungannya ?).
"Lah, jadi sayur kacang merah nggak boleh berminyak ya ?".
Kredibiltas saya sebagai menantu serasa meluncur ke titik nadir (isshhh). Ooo, iyaaa sih tadi saya ingat saya masukin tumisan bawang merah dan putihnya ke dalam sayur kacang merah memang pwool sama minyak-minyaknya. Alasanku waktu itu karena ya kayaknya enak aja bukankah aroma tumisan bawang itu harum bukan main dan bikin selera tergugah kan ?. Trus trus, kenapa suamiku lahap-lahap aja ya kalau makan sayur kacang merah buatanku. Apa selama itu dia cuma tak mau mengecewakanku aja ?
"Ahh baiknya kamu" (kekepin suami)
Kredibiltas saya sebagai menantu serasa meluncur ke titik nadir (isshhh). Ooo, iyaaa sih tadi saya ingat saya masukin tumisan bawang merah dan putihnya ke dalam sayur kacang merah memang pwool sama minyak-minyaknya. Alasanku waktu itu karena ya kayaknya enak aja bukankah aroma tumisan bawang itu harum bukan main dan bikin selera tergugah kan ?. Trus trus, kenapa suamiku lahap-lahap aja ya kalau makan sayur kacang merah buatanku. Apa selama itu dia cuma tak mau mengecewakanku aja ?
"Ahh baiknya kamu" (kekepin suami)
Alhasil saya jadi was-was diam-diam menyelidiki ekspresi Bapak dan Ibu mertua juga kakak ipar saya di meja makan. Cemas masakan saya buat mereka kenapa-napa. Alhamdulillah, mertua tak berkomentar apa-apa dan senyum mereka masih seramah biasanya meskipun saya curiga, mungkinkah beliau berdua sebetulnya sambil menahan mual juga ?.
"Maaf ya Mah, Pak".
Tapi, sejak itu saya bertekad ingin lebih keras lagi belajar masak. Apalagi keluarga besar suami sangat gape soal memasak.
"Maaf ya Mah, Pak".
Tapi, sejak itu saya bertekad ingin lebih keras lagi belajar masak. Apalagi keluarga besar suami sangat gape soal memasak.
Nah bicara soal dapur, saya membuat rencana kecil sejak dini untuk anak-anak. Nggak istimewa juga sih rencananya, hanya sekedar membiasakan ke dapur biar anak setidaknya melihat ibunya memasak dan melatih perasaan agar tak alergi melihat dapur berantakan akibat dari terlibatnya anak-anak dalam proses beraktivitas di dalamnya.
Sulung saya Zahra, sejak kecil sudah biasa menemani saya mengiris bawang, merajang sayuran, mencuci piring atau membersihkan kompor. Setelah kelas 5 SD dia sudah senang membuat kue cubit, waktu SMP sudah pandai memasak nasi goreng dan biasa mencuci piring setiap ART libur.
Begitu juga dengan Rahma, masih kelas 1 SD sudah tahu resep dan cara membuat bola-bola coklat atau bakwan goreng. Saya juga membiarkannya mencuci wortel atau buah-buahan saat sedang memasak. Senang rasanya melihat anak-anak excited di dapur. Dan selalu semangat setiap kali anak-anak request makanan spesial saat liburan.
Bagaimanapun, bagi saya dapur itu istananya para perempuan. Kalau ada laki-laki yang senang di dapur itu menurut saya lebih karena profesinya di bidang kuliner atau sekedar hobi sekali-kali untuk menyenangkan anak dan istri. Tapi sebagai perempuan, berkecimpung di dapur itu kodrati. At least it's just from my humble opinion.
Ada beberapa tips sederhana mengenalkan anak-anak sejak dini ke dapur, menurut pengalamanku di antaranya adalah :
- Biarkan anak-anak melihat ibunya memasak setiap harinya saat mereka masih kecil. Hal ini tanpa sadar akan tertanam dalam rekaman ingatannya tentang point ibu, dapur dan memasak.
- Namanya juga anak-anak pasti besar rasa keingin-tahuannya. Sering bukan mereka mendekati ibunya minta diizinkan ikut mencuci ataupun memasak ? Nah, sebaiknya keinginan itu tak diabaikan. Apalagi dilarang. Beri kesempatan anak mencoba dan merasakan sensasinya bergelimang sabun dan mencuci piring, bagaimana rasanya memotong buncis, bagaimana rasanya mengupas kentang, bagaimana rasanya mencuci beras. Hal-hal ringan saja yang tak membahayakan, asalkan tak lepas dari pengawasan. Selain sebagai pembelajaran dan pengalaman, memasak bersama ibu saya kira adalah hal indah seorang anak yang bisa menjadi kenangan.
- Mengenalkan dapur juga bermakna mengenalkan kehidupan. Dari dapur berawal semua yang kita makan. Dari sana anak-anak juga belajar tentang kebersihan dan kesehatan. Bekali banyak pengetahuan ibu tentang gizi dan nutrisi yang bisa diceritakan kepada anak selama kegiatan memasak. Karena bagi saya salah satu warisan orang tua yang hebat untuk anaknya adalah membekali anak kesehatan untuk jiwa dan raganya.
- Jika dapur adalah istananya wanita, maka perlu memfasilitasi dapur sebaik yang kita bisa. Agar semangat memasak terus terjaga. Tak perlu mewah, tapi kondisi dapur yang terawat dan lengkap akan membuat mood ibu dan anak-anak senantiasa membara. Hal ini akan berdampak pada hasil karya yang terhidang juga pada akhirnya. Di antara fasilitas dapur yang penting dan mendasar yang harus tersedia adalah :
- Sink, yaitu alat cuci untuk membasuh bahan makanan dan peralatannya.
- Kompor tentu saja untuk membuat makanan menjadi matang.
- Pisau dan atau alat untuk memotong bahan makanan.
- Alat penghalus / penghancur bahan makanan seperti cobek atau blender ataupun food processor.
- Wajan / panci dari bahan yang aman untuk memasak bahan makanan.
- Sistem saluran udara yang baik agar sirkulasi udara terutama asap saat memasak dapat mengalir ke luar dengan lancar.
- Lemari pendingin / kulkas untuk menyimpan bahan makanan.
Nah itulah empat cara sederhana ala saya dalam mengenalkan dapur kepada anak-anak. Semoga bermanfaat.
biasanya sih kalau bikin kue atau puding anak-anak suka ikutan bantu walaupun mereka laki-laki harus bisa juga
ReplyDelete