Tuesday, July 14, 2015

Mudik ke Awal

Mudik ke awal - Di hari-hari dalam lingkaran hari raya Iedul Fitri seperti sekarang ini, apalagi yang lebih memenuhi pikiran kebanyakan keluarga di Indonesia khususnya selain dari baju/ kue lebaran, mudik, ketupat, opor ayam serta silaturahmi keluarga ya. Tak ada hari raya tanpa semua hal itu rasanya. Sudah sejak lama umat Islam di negeri ini mengkhidmati hari rayanya dengan tradisi yang indah ini.

Dalam sebuah keluarga biasanya sang ibulah yang semakin sibuk mengalokasi anggaran dan mengurusi semua kebutuhan keluarga. Bagi yang biasa mendapat tunjangan hari raya dari tempat bekerja (THR), tentu sudah terbayang rencana apa yang akan dieksekusi dengan uang tunjangan itu dalam rangka merayakan hari lebaran, lain halnya dengan pekerja serabutan yang harus lebih mengetatkan usaha dan perencanaan keuangan sejak jauh-jauh hari demi memenuhi hak keluarga di moment istimewa ini.


Tak ada yang salah dengan yang berpendapat bahwa Lebaran tak berarti harus dirayakan secara berlebihan. Pendapat ini justru bagus. Tapi jangan juga mencibir orang lain yang membeli baju baru, membuat kue lebaran, atau membuat ketupat dan opor ayam sebagai hal yang berlebihan. Banyak keluarga yang hanya berkesempatan membeli baju untuk mengganti baju lamanya yang sudah berwarna kusam sekali-kalinya hanya saat jelang lebaran tiba.

Di moment yang sangat musikal dengan nuansa religius seperti bulan ramadhan ini, dunia virtual bertaburan kalimat-kalimat bijak. Mungkin karena terbawa suasana, banyak orang yang berlomba-lomba menjadi "sang pencerah". Sampai di sini, sekali lagi semua itu baik-baik saja. Menjadi kurang elok kemudian, saat sang pencerah perlahan-lahan melanjutkan diksinya dalam nada satire menjelaskan sesuatu yang dianggapnya kebenaran namun terkesan sambil mendakwa orang lain yang tidak sesuai dengan neracanya.

Ahh jebakan memang tak pernah disimpan di tempat terbuka, ia selalu tersembunyi dari mata. Acapkali kita merasa sudah melakukan yang terbaik, tak sadar diri masih banyak cacat dan celanya.

Di saat sedang packing pakaian keluarga untuk keperluan mudik, santai saja saya melakukannya sambil membaca chat line dan socmed. Tak sengaja perhatian tertarik pada sebuah postingan blog teman yang sedang membahas perdebatan di grup WAnya. Apa yang diperdebatkan menurutku hanya sebuah soal sederhana dan dua dua pendapat itu sependek pengetahuanku tak ada salahnya. Tapi jika hal itu lalu menjadi perdebatan dalam tutur kata yang saliing menyingung perasaan lawan bicara, meski hanya di chat line tentu menjadi tak efektif lagi sebagai sebuah pengingat.

Di dunia online kita, dengan kemajuan teknologi informasi saat ini namun sayangnya tak diikuti dengan kemajuan cara berfikir dan cara merasa, orang mudah saja saling mendakwa. Terlalu mudahnya mengungkap buah pikiran maka terlalu banyak pula hal-hal remeh dunia yang mudah diperdebatkan. Bahkan peperangan di zaman ini dapat begitu saja buncah hanya karena sebuah berita hoax yang disyi'ar suarkan. Aduhai betapa murahnya nyawa umat manusia hanya karena ego segelintir jiwa yang diamini jutaan lainnya.

Saya terkenang ucapan seorang guru :

"Setinggi-tinggi ilmu, adalah yang membuatmu semakin merunduk"  

Kita dikuasa dan diliputi Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang Maha Dekat dan Maha Melihat.  Memiliki Tuhan seindah ini mengapa kita tak malu meluah nafsu mencela dan menghujat kepada hamba-hambaNYA ? Sepantasnya, memiliki Tuhan seSempurna ini membuat kita semakin tenang, tak perlu khawatir dengan pandangan orang. Setiap pribadi akan menjalani prosesnya sendiri-sendiri sebagaimana kelak dia akan mempertanggungjawabkannya juga sendiri-sendiri.

Di setiap momentum Iedul Fitri, saya dirundung haru dengan fenomena mudik negeri ini. Biarlah ia menjadi tradisi yang terus terjaga, sambil sedikit demi sedikit kita belajar memaknainya. Segala kalut dan lelah menempuh perjalanan tentu tak kosong dari hikmahnya. Pasti ada saja kearifan di setiap satuan rentang jaraknya. Biarlah repot asal Tuhan yang membantu dan melindunginya.

Mudik ke kampung halaman hanya cara Lebaran mendidik kita kembali menyadari makna ayah dan ibu. Mengingatkan kita akan makna kembali kepada awal dan mua'asal. Membersihkan diri lagi setelah diri, pikiran dan hati lama terkontaminasi. Bahwa di sana ada jejak sejarahmu, ada kenangan dan tempat belajarmu. Kita tak tiba-tiba serupa sekarang ini. Kita bukan benda yang tiba-tiba ada. Kita adalah penduduk zona langit yang belajar dan bekerja di bumi dan ke zona waktu langit  lagi kita akan kembali. Ya, mudik menyadarkan kita akan arti kembali.

Selamat mudik sahabat, semoga segala sembah pengabdian kita disambut hangat dalam haribaanNYA. Aamiin.








4 comments:

  1. Amiin...makasih mak. Mudik juga kah???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudiiik mak Ophi ke Bandung. Mak Ophi ke mana ?

      Delete
    2. Mudiiik mak Ophi ke Bandung. Mak Ophi ke mana ?

      Delete
  2. Mbak Winny mudiknya deket ya asyik :) selamat mudik

    ReplyDelete

Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^