Tuesday, September 9, 2014

Senja Tanpa Bianglala

Apakah sesuatu yang sanggup memanggilmu jika bukan rindu ?
Adakah ?

Kala itu bukan senja yang temaram mengalun rasa
Tiada silir semilir angin mengusap hati
Entahpun hujan yang rerintiknya acap mengundang gulana

Hanya musim berpayung mega
Saat surya tak sanggup menciptakan bara

Tiba-tiba kukuhmu menemukanku
Diantara lalu lalang insan
Diantara bayang-bayang petang
Segera kumenangkap teduh renungmu

Senja tanpa bianglala
Sekejap bersalin rupa
Menguping perbincangan kita
Mengajak ilalang turut tertawa

Aduhai ....
Bagaimana ku menepis pinta
Sedang tuturmu terus menuntunku
Mendesak khidmatku tertuju padamu
Menatap citra yang dahulu hanyalah asa

Dan sampan kita dilambung masyuk
Dilarung ke samudra lena
Menyibak kesayuan
Menembus angan-angan


"Bisakah kita tetap disini ?" tanyamu

"Itu tidak mungkin" tegasku

Dalam naungan lazuardi rindu, senyum satirmu menikam relungku
Dan jumpa kita lalu menjadi lagu cinta tanpa suara

Dalam perpisahan tanpa salam
Pamitmu sisakan pinta :

"Nantikan aku disini. Di senja tanpa bianglala"












Tuesday, March 18, 2014

Tabir

"Mungkin bagimu aku hanya senoktah bayangan yang muncul sekelebat lalu hilang dan terlupakan. Hanya sekedar tempat bertanya atau bahkan cuma teman kesepian".

"Serendah itukah kamu menilaiku Arda ? Tak berartikah selama ini persahabatan kita ? Aku tak percaya kamu mengenalku sekosong itu"

Hani memijit keypadnya pada kata terakhir dengan tekanan yang keras. Alis hitam di keningnya nan rembulan mengerut tegas. Ia tak mengerti dengan sikap Arda belakangan ini. Tiba-tiba muncul di bbmnya dalam nada yang kerap membuatnya bertanya-tanya.

Hani melirik ponselnya, tak ada tanda balasan, dan ia mulai penasaran. Diraihnya gadget hadiah ulang tahun dari Arda setahun yang lalu itu gemas, lalu diketiknya beberapa kalimat.

"Arda, ada apa denganmu ? Sedang ada masalahkah ? ceritakanlah padaku."

Sepuluh menit, lima belas, duapuluh hingga setengah jam berlalu tiada jawaban. Ponsel berbalut casing ungu itu masih bergeming di atas bantal, tak ada signal masuk apapun. Hanya suara rerintik hujan di luar jendelanya nan mengetuk-ngetuk bilik hati perempuan bermata sayu itu sendu.

Tiba-tiba denting beriring geletar di ponselnya memecah sunyi. Sebuah tanda berwarna merah muncul di fittur bbmnya. Sebuah pesan dari Arda.

"Masalahku hanyalah jika kamu terus membisu, dan tak menjelaskan padaku mengapa tak ada tempat untukku di hatimu"

Hani tercenung, menatap display berlatar gelap dengan kalimat yang tertera jelas. Jemarinya menyentuh keypad lekat, namun tak ada satu aksarapun diketiknya. Bermunculan bayangan Arda yang selama ini selalu  mengisi hari-harinya dalam rupa-rupa latar di kaca kenangannya.

Tiba-tiba bulir bening menggenang di sudut mata, satu persatu menetesi lembar undangan pernikahannya dengan Rahman yang belum jua ia kuasa menyampaikannya kepada Arda. Bisik hatinya berkata :

"Untuk apa tempatmu di hatiku ? Bahkan kamu telah menguasainya. Tapi, kita sudah tak bisa Arda"

Hani terus menggenggam ponselnya, membawanya ke dalam dekapannya, seakan tak ingin dilepasnya.



 Image link



Selalu ada cerita, pada cinta yang tak bersua





Saturday, January 25, 2014

Hot Hazzelnut [GA Sabtu Merindu]

Tap tap tap tap tap
Kudengar lagu sepatuku
Memecah lengang di lorong yang bisu

Tiba-tiba sekelebat angin  menerpaku
Menggoda  tudungku nan merah jambu
Kuingat, ini warna kesukaanmu
Ahh, andai kamu melihatku ... 

Orang-orang bergegas lalu lalang
Anak-anak riang berkejaran
Trotoarpun jelma pentas musik jalanan
Ramai ...

Owh
Tapi rupanya tidak hatiku
Ia sesunyi petang dirundung hujan
Entah mengapa

Mungkin karena temperatur di kotaku
Ataukah karena kamu tak ada di sisiku ?

Ahh ...jangan
Tak usah hantuiku
Tak semua selalu tentangmu

Kumasuki kedai kopi itu
Secawan moccachino pasti kan menepis senyum manismu
Dan halaman-halaman novel ini sungguh kan menyibukkanku

Kupilih meja di dekat jendela
Bertaplak putih berenda-renda
Tidak, bukan karena ini sudut favorit kita
Aku hanya perlu ketenangan saja

Menit demi menit berganti
Tak seorangpun waitress menghampiri
Tak seperti dulu 
Kita selalu mengeluh :

 "Mengapa mereka terlalu cepat datang"

Kita jadi harus meredam suara
Lalu menjeda bicara

Kamu tahu ?
Waktu itu selalu
Kugeli memandang hela dan senyum gusarmu

"Pesan apa mbak ?"

Kutersentak !
Aih, sejak kapan dia disitu ?
Berselendang serbet biru dan sodorkan daftar menu
Aku tergagap, memesan kopiku buru-buru

"Mm ... hot hazzelnut aja ya"

Uppss. ..
Hazzelnut ?
Bukannya tadi kumau mocachinno ?
Tapi biarlah ...
Mungkin sedikit hazzelnut pahit kan membakar habis bayanganmu 

"Baik mbak, ditunggu sebentar ya"

Waitress itu berlalu
Dan akupun kembali kelu
Apakah kini kan selalu begini di setiap hari Sabtu ?

Kupandangi sekitarku
Dengan hati sendu
Tak ada yang mengusikku, tidak juga  kamu
Dulu kamu akan menarik daguku jika abaikan celotehmu

Tiba-tiba kuterkenang pendar di sayu matamu
Dan sedikit sungging di sudut bibir itu

Heii tak salah dengarkah aku ?
Ada seseorang memanggil-manggil dirimu

"Kamu kamu kamu kamu kamu kamu kamu ..."

Aduhai, darimanakah asal suara itu ?
Ahhh, ternyata dari dalam hatiku

Rindu ....










Saturday, January 11, 2014

Sejauh Asa





"Bagaimana bisa kamu membiarkannya terluka setelah segala yang dilakukannya padamu. Setidaknya kamu bisa menemuinya, katakan sesuatu sedikit saja, untuk menghargai segala upayanya. You're so heartless".

Namun mata Ana terus menatap ke arah kolam yang mengalir tenang, tak dihiraukannya ekspresi sahabat yang disayanginya itu. Ia hanya menghela nafas panjang dan menghembuskannya kembali perlahan seakan sedang melepaskan beban yang teramat berat.

"Wanita terhormat tak akan melakukannya Dee".

Perempuan berbalut scarf berwarna hijau pupus yang dipanggil Dee itu menatap Ana lekat.

"Wanita terhormat pun tak akan membiarkan hati seseorang terus mengharapkannya tanpa tahu sampai kapan ia harus menunggu kejelasan.".

"Kejelasan apa ? Apa yang harus kujelaskan ? Apa tak cukup jelas semua sikapku selama ini baginya ?". Ana  mencoba bertahan.

Dee mengernyitkan alisnya, dicarinya kejujuran pada bola mata sahabat cantiknya itu. Lirih ia berkata :

"Katakan kau tak mencintainya. Setidaknya, itu akan membuatnya pergi dari hidupmu."

Ana membalas tatapan Dee sesaat, sebelum ia jatuhkan pandangannya pada rerimbun mega yang bertautan di langit Kuta. Jauh, sejauh asanya.