Di al-fatihah keseribu kita bertemu
Lembayung senja rebah di hamparan gulita, saat tangan Syam memeriksa
labu infus ketiga di tepi pembaringan istrinya. Warna marun darah yang
mengallir pelan di selang infus nampak enggan melewati ruang pandang
Syam yang berkabut.
"Jangan ditutup Kak", Annisa berkata lemah, mencegah suaminya menutup gordyn biru di ruang itu.
"Aku ingin memandang senja dan mendengar suara bayi kita".
"Tidakkah kau kedinginan Dik ?, udara di luar dingin sekali"
"Tak apa sayang, dingin kali ini tak akan mengalahkan kangenku kepada anakku"
Syam tersenyum getir, diusapnya kepala istri yang dicintainya. Ini
tahun ketiga belas pernikahan mereka, dan bayi cantik di ruang
perinatal itu anak pertama yang dihadiahkan Tuhan bagi mereka. Hanya
saja, perdarahan hebat di ruang O.K. rumah sakit yang dialami Annisa
telah melukis warna kelabu di antara kebahagiaan mereka.
Syam mengutuk ketegarannya yang hilang entah dimana. Seharusnya ia
lebih siap menghadapi saat-saat seperti ini. Penyakit Lupus yang
diderita istrinya sejak lama telah menyalakan signal peringatan sejak
dini kehamilannya. Betapapun penjagaan dan persiapan telah dilakukan,
namun kenyataan tak dapat dicegah. Annisa kehilangan banyak darah pada
saat perjuangannya melahirkan putri mereka.
"Apa yang sedang kau baca dik ?"
"Al-Fatihah, untukmu dan anak kita"
Syam memperhatikan batu tasbih di tangan perempuan yang dikasihinya,
bertawaf di jemarinya yang lentik seiring bibirnya melafadzkan surat
yang dimuliakan.
"Rabby, selamatkan istriku, jangan KAU ambil dia. Betapa ku
mencintainya, baru saja KAU anugrahi kami seorang putri". Bisik Syam
dalam kalbunya terdalam. Diraihnya kitab Al-Qur'an mungil dari meja
rumah sakit yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi, dan duduk
disamping istrinya menemaninya dalam khidmat membaca ayat.
***
Syam membalikkan wajahnya yang telungkup di pembaringan rumah sakit,
sedang punggungnya terasa pegal. Tertidur dalam keadaan duduk seperti
itu menghambat darahnya mengalir bebas. Masih jam 2.30 malam,
dirasakannya elusan di punggung tangannya memanggilnya. Syam mengangkat
wajahnya, nampak Annisa menggerakkan bibirnya, namun Syam tak mampu
mendengar suaranya. Diraihnya tangan istrinya, dibawanya telinganya
dekat ke wajah bercahaya itu. "Ada apa sayang ?"
"Sudah dekat Kak".Syam tertegun, apa yang diucapkan Annisa, ia tak
dapat memahaminya. Namun Syam hanya terdiam, dinantinya kata-kata yang
akan mengiringinya.
"Sudah dekat waktunya" Ucap Annisa lemah.
"Aku ingin berterimakasih, terimakasih Kakak telah sudi menjadi suami
bagiku" Annisa terdiam sejenak, dihelanya nafasnya berat, namun dalam
tarikan yang tenang.
"Mohon maaf, aku belum menjadi istri yang shalihah untuk Kakak.
Kuterbangkan Al-Fatihah kepada Rabb kita setiap kuingin membahagiakanmu
Kak. Seribu AL-Fatihah untuk setiap hidangan yang kumasak, seribu
al-Fatihah untuk pakaian yang kukenakan. Seribu Al-Fatihah untuk
kehamilan yang kuinginkan. Aku sayang kepadamu karena Allah."
Syam sesak di dada, ada bulir yang tak tertahankan di teduh matanya. Namun ia terus mendengarkan.
"Baru kuselesaikan Al-Fatihahku. Kuinginkan keselamatan dan
kesejahterann untukmu dan anak kita. Jika aku tak sempat lagi bertemu
bayiku, sampaikan kepadanya aku mencintainya. Dan jika tak sempat kita
berkumpul didunia ini, kuharapkan di yaumil akhir kita akan
bertemu".Syam mengusap matanya, ingin ia sembunyikan pilu hatinya.
Biarlah senyumnya yang Annisa lihat dalam akhir perjalanannya.
Digenggamnya erat tangan lembut kekasihnya, bisiknya
"Ya Allah, inikah saatnya ?", diperhatikannya cahaya yang berkelindan
di wajah shalihah istrinya, dan mendengar lirih suaranya."Kita
lafadzkan Al-Fatihah ya Kak, mungkin masih ada kesempatan untukku"
Saling menggenggam tangan, suami istri ini melafadzkan ayat kecintaan
mereka, yang darinya mereka bersabar menjalani 13 tahun kebersamaannya.
Hingga terkulai tangan Annisa di genggaman Syam, dan Syam saksikan ruh
istrinya pergi kepada Rabbnya. Syam sendiri yang menutup mata Annisa
dan terus membisikkan dzikir di ruang pendengaran istrinya, hingga
Adzan shubuh mengakhirinya, dan perawat rumah sakit mengetahui
keadaannya.
***
Gemawan di kalbu Syam mengkabut kelabu, namun ada ridha mengiringinya.
Digendongannya ada bayi mereka, dan bibirnya bisikkan kalimat rahasia,
yang hanya ia, Annisa dan Allah saja yang mengetahuinya.
"Selamat jalan istriku sayang, kuterbangkan ayat-ayat kecintaanmu
kepada Tuhan kita. Kuharap DIA kan memberiku sama dengan yang telah
dikaruniakanNYA kepadamu. Di Al-Fatihah ke seribu, kita kan bertemu".
*Bandung, 17 Juli 2011*
Mak Winny.. You make me cry ...
ReplyDeleteI'm sorry for that I made with your feeling, thank you for visiting my simple blog mak Indah dear
Delete