Saya punya banyak cita-cita dalam hidup. Sejak dulu, sejak lama. Tapi semua itu tak sebanding dengan saat-saat dimana saya bisa ikut mendukung dan membangun cita-cita anak-anak saya sekarang.
Dan tahu apa yang paling mengharukan ? Yaitu di saat mereka sedang berterima kasih. Di saat beberapa cita-cita mereka tercapai, baik cita-cita besar maupun kecil, mereka selalu mengucapkan terima kasih dan meminta maaf jika sudah mernyusahkan.
Kebahagiaan-kebahagiaan sederhana yang ingin saya berikan sebagai seorang Ibu kepada anak-anakku sejak mereka terlahir, tumbuh sampai mereka bisa memutuskan sendiri apa yang mereka inginkan adalah perjalanan besarku yang ingin kuceritakan.
Perempuan dan Budaya Patriarkis di Sekitarnya
Saya adalah anak pertama perempuan dari 3 orang bersaudara yang semuanya perempuan juga. Sekarang setelah menikah dikarunia 2 anak perempuan juga itu semua otomatis mengajari saya sesuatu. Sesuatu yang sangat berharga tentang kesadaran saya sebagai seorang perempuan, yaitu bahwa perempuan sebagai manusia itu tak ternilai harganya. Dia sangat berharga sebagai individu sehingga layak dihormati keberadaannya dan hak-haknya, yang hebatnya itu semua saya ketahui dan pelajari, pertama dari ayah saya dan lalu setelah menikah dari suami saya dan dari semua laki-laki baik yang saya kenal atau saya baca kisah-kisahnya.
Alhamdulillah, beruntungnya saya dan banyak perempuan lain saya kira yang lahir dan tumbuh di dalam lingkungan yang memuliakan kaum perempuan. Kami tidak Merasakan banyak masalah yang berkaitan dengan gender sehingga bisa menikmati banyak hal dalam hidup dan mengejar cita-cita kami.
Tapi berapa banyak perempuan di negeri ini khususnya yang ternyata untuk mendapatkan bahkan sedikit ketenangan untuk tidak diganggu oleh perilaku-perilaku kasar suami atau ayah atau saudara laki-laki pun sudah tak bisa. Angka KDRT masih sangat tinggi, menandakan perjuangan perempuan mendapatkan hak-haknya masih berjalan sampai sekarang.
Banyak kenalan perempuan saya bahkan anak-anak mengalami kekerasan baik verbal maupun fisik dari orang-orang terdekatnya tapi tidak berani bersuara kecuali sampai mereka benar-benar terluka lahir batin.
Tidak berani bersuara karena banyak sekali faktor diantaranya adalah :
- Rasa malu (karena menganggap apa yang menimpanya adalah aib keluarga yang harus ditutupinya walaupun dirinya teluk redam) atau malu karena hal lain misalnya ada oknum yang mengincar perempuan-perempuan bersuami, membuat mereka jatuh cinta , dipacari, dimanfaatkan baik secara fisik maupun ekonomi tapi juga disiksa secara psikis maupun fisiknya namun si korban malu untuk mengadukan nasibnya karena status perkawinannya walaupun dirinya hancur.
- Rasa takut (karena diancam dengan berbagai cara (biasanya pelaku kekerasan pandai mempengaruhi psikis korban sehingga tidak berani mengadu kepada pihak lain sekalipun itu kepada orang tuanya sendiri).
- Masa lalu korban yang kurang mendapat cinta dari orang tua dan keluarga sehingga dia haus cinta orang lain dan kebetulan orang lain itu ternyata orang yang suka melakukan kekerasan sehingga dia merasa sudah takdirnya berada di lingkaran itu (feeling unloved).
- Stereotype dan pemahaman sebagian masyarakat / netizen bahwa perempuan yang baik itu nunut saja kepada suami atau orang tua apapun keadaan suami atau orang tuanya itu termasuk jika mereka kasar dan suka menyakiti , diam, saja dan menerima karena bersuarapun, masyarakat akan mengembalikan kepada keluarganya lagi dan itu akan lebih menyakitinya lagi.
Peristiwa-peristiwa kekerasan kepada perempuan dan anak sampai saat ini masih sering diberitakan media baik online maupun elektronik, Dan yang tidak diberitakan lebih banyak lagi. Tanpa bermaksud menafikan bahwa kekerasan bisa juga dilakukan oleh perempuan kepada laki-laki tapi tidak bisa dipungkiri bahwa pada kasus-kasus yang ada dan tercatat di kepolisian, pelaku kekerasan masih dominan dilakukan oleh kaum pria. Dimana sebagian besar pelaku kekerasan ini adalah justru orang-orang terdekat korban.
Kasus-kasus kekerasan kepada perempuan yang terjadi di wilayah domestik acapkali dipasang sebelah mata, dianggap kasus kejahatan biasa oleh sebagian masyarakat kita mungkin disebabkan oleh masih kuatnya juga budaya patriarkis dimana wanita dianggap kaum yang harus dalam posisi menerima saja apapun keadaan. Kurangnya kepedulian lingkungan pada kesehatan dan keselamatan sesamanya khususnya perempuan mengakibatkan banyak kasus kekerasan yang terlambat atau bahkan tidak tertangani sehingga menimbulkan bertambahnya jumlah korban yang semakin banyak.
Perempuan dan Laki-laki diciptakan Setara Agar Bisa Mengelola Kebaikan Bersama.
Ada banyak gelar yang disematkan kepada kaum perempuan oleh norma-norma masyarakat maupun agama, misalnya Al Ummi madrosatul ula (Ibu adalah sekolah pertama anak-anaknya), perempuan adalah yang negara, Ibu adalah jantung keluarga, Bunga desa, Ibu Pertiwi.
Betapa banyak sebutan indah untuk kaum perempuan menunjukkan bahwa perempuan adalah makhluq Tuhan yang berharga. Namun yang tidak boleh kita lupakan adalah betapapun banyaknya masalah yang dihadapi kaum perempuan berkaitan dengan gendernya di masyarakat dari masa ke masa, tapi dari masa ke masa juga kita mengetahui ada banyak kaum pria yang memuliakan wanita sehingga muncul banyak peradaban yang unggul dan agung di dunia ini.
Pada tanggal 3 Desember 2019 yang lalu saya mengikuti event Vivatalk, dengan tema Perempuan Berdaya Indonesia Maju - Perempuan di Era Digital yang diselenggarakan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan viva.co.id terutama pada sessi yang diisi oleh Nara sumber dari Aliansi Laki-Laki Baru yaitu Bapak Eko Bambang Sugiantoro beliau menyampaikan pandangannya mengenai peran laki-laki yang besar dalam mewujudkan keadilan kepada kaum perempuan dengan memenuhi semua hak-hak mereka tentu saja tidak lepas dari support laki-laki terdekat mereka dengan baik.
Pada kenyataannya sebagaimana yang saya rasakan dan saksikan sendiri kebahagiaan dan kemajuan saya atau Ibu saya atau adik-adik perempuan saya atau anak-anak perempuan saya semuanya tidak bisa dilepaskan juga karena adanya support dari ayah dan suami yang baik dimana tidak semua hal itu bisa didapatkan oleh perempuan-perempuan korban kekerasan yang saya sebutkan tadi.
![]() |
Bpk Eko Bambang Sugiantoro |
![]() |
Bpk Indra Gunawan |
![]() |
Ibu Dr. Sri Danti Anwar |
![]() |
Ibu Diajeng Lestari |
![]() |
Bpk Henky Hendranantha dan Bpk Indra Gunawan |
Event Talkshow ini sebetulnya juga diselenggarakan menurut Henky Hendranantha, selaku Chief Operating Officer at Viva Networks, untuk merayakan hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Bapak Henky memaparkan bahwa peringatan hari ibu bukan untuk sekedar dirayakan tapi kongresnya yang pertama pada 22 - 25 Desember 1928 yang lalu menjadi tonggak emansipasi kaum perempuan dimana dalam kongres tersebut dibicarakan tentang peran dan perjuangan hak kaum perempuan Indonesia khususnya dalam hal pendidikan dan pernikahan dimana pada masa itu budaya patriarkis masih sangat kental.
Bapak Indra Gunawan selaku Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Republik Indonesia memaparkan lebih pada bagaimana upaya pemerintah Indonesia melakukan support kepada kaum perempuan khususnya agar tidak lagi mengalami diskriminasi di lini apapun baik domestik maupun publik yaitu dengan menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Pendek dan Menengah (RPJP & RPJM) agar laki-laki dan perempuan mendapatkan perlakuan yang sama dan adil terkait kapabilitas mereka di masyarakat maupun lapangan pekerjaan. Apalagi jika melihat jumlah penduduk Indonesia yang besar berjenis kelamin perempuan ternyata memiliki potensi dan peran yang amat besar dalam mensupport angka PDB negara.
Dr Sri Danti Anwar, selaku Pakar Gender juga hadir pada event ini sebagai narasumber menjelaskan sedikit tentang kodrat dan konstruksi gender. Menurut beliau kodrat adalah sesuatu hal yang bersifat pemberian Tuhan yang tidak bisa tergantikan tempatnya antara laki-laki dan perempuan, misalnya sebagai makhluq yang dikarunia kemampuan reproduksi laki-laki hanya bisa membuahi dan perempuan hanya bisa hamil, melahirkan dan menyusui. Keduanya tidak bisa saling bertukar tempat.
Lain dengan konstruksi gender yaitu sebuah kebiasaan maayarakat secara tidak tertulis tapi bisa berubah tergantung kesepakatan, misalnya istri menjaga dan membimbing anak-anak, laki-laki mencari nafkah.
Ada yang menarik pada sessi ini yaitu pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang peserta dimana beliau menyajikan suatu nilai dalam ajaran agama yang menyatakan bahwa :"Ar Rijalu qowwamuuna alannisaa' yang berarti "Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan" apakah konsep kesetaraan gender bertentangan atau tidak dengan konsep tersebut? Dijawab oleh Ibu Danti Anwar kira-kira seperti ini :
Dan pembicara terakhir yaitu Ibu Diajeng Lestari selaku Founder HIJUP dimana beliau yang juga dikenal sebagai pengusaha fashion baju muslimah online membagikan pengalamannya pada acara talkshow itu sebagai pengusaha perempuan yang memulai bisnisnya secara kecil-kecilan pada masa krisis moneter tahun 1998 dan usaha HIJUPnya pada tahun 2011 dengan dukungan suaminya secara terus menerus sehingga bisnis fashionnya terus berkembang dan berkembang sampai sekarang menjadi teladan sinergi di dalam keluarga antar suami dan istri juga antar laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat akan menghantarkan kita pada percepatan dalam mencapai kemajuan bersama.
Diantara apa yang telah disampaikan oleh semua pembicara di atas kita bisa mendapatkan benang merahnya bahwa ketika kita bicara kesetaraan gender, bicara perjuangan memenuhi hak-hak perempuan, bicara emansipasi, maka itu bermakna bicara peran laki-laki juga karena bagaimanapun Tuhan telah menciptakan mereka kaum pria bersama tugas dan perannya di dunia untuk mendampingi kaum perempuan.
Kita baca kembali surat pejuang emansipasi perempuan Indonesia Ibu RA Kartini kepada sahabatnya di Belanda Prof Anton dan istrinya pada 4 Oktober 1902 :
Ada yang menarik pada sessi ini yaitu pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang peserta dimana beliau menyajikan suatu nilai dalam ajaran agama yang menyatakan bahwa :"Ar Rijalu qowwamuuna alannisaa' yang berarti "Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan" apakah konsep kesetaraan gender bertentangan atau tidak dengan konsep tersebut? Dijawab oleh Ibu Danti Anwar kira-kira seperti ini :
"Konsep kesetaraan gender yang diperjuangkan selama ini oleh perempuan-perempuan Indonesia bukan bermakna ingin menjadikan kaum pria sebagai saingan, namun ingin menciptakan sistem yang melindungi hak seluruhnya khususnya kaum perempuan yang selama ini terdiskriminasi oleh rehulasi-regulasi yang ada atau pandangan kolot yang masih berlaku di masyarakat agar pada akhirnya kaum laki-laki dan perempuan bisa bersinergi membangun keluarga, masyarakat dan negara bersama.
Dan pembicara terakhir yaitu Ibu Diajeng Lestari selaku Founder HIJUP dimana beliau yang juga dikenal sebagai pengusaha fashion baju muslimah online membagikan pengalamannya pada acara talkshow itu sebagai pengusaha perempuan yang memulai bisnisnya secara kecil-kecilan pada masa krisis moneter tahun 1998 dan usaha HIJUPnya pada tahun 2011 dengan dukungan suaminya secara terus menerus sehingga bisnis fashionnya terus berkembang dan berkembang sampai sekarang menjadi teladan sinergi di dalam keluarga antar suami dan istri juga antar laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat akan menghantarkan kita pada percepatan dalam mencapai kemajuan bersama.
***
Diantara apa yang telah disampaikan oleh semua pembicara di atas kita bisa mendapatkan benang merahnya bahwa ketika kita bicara kesetaraan gender, bicara perjuangan memenuhi hak-hak perempuan, bicara emansipasi, maka itu bermakna bicara peran laki-laki juga karena bagaimanapun Tuhan telah menciptakan mereka kaum pria bersama tugas dan perannya di dunia untuk mendampingi kaum perempuan.
Kita baca kembali surat pejuang emansipasi perempuan Indonesia Ibu RA Kartini kepada sahabatnya di Belanda Prof Anton dan istrinya pada 4 Oktober 1902 :
"Kami disini memohon pendidikan dan pengajaran anak perempuan, sekali-kali bukan karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya.Tetapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum perempuan agar kaum perempuan lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diberikan alam sendiri ke dalam tangannya, yaitu menjadi seorang Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama".
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^