Tuesday, September 17, 2019

Narasi Baik Untuk Negeri



Ini tentang Indonesia kita, sebagaimana kita sering mempercayai bahwa kata-kata adalah doa, bahwa kita adalah apa yang kita baca, apa yang kita tulis dan lisankan, bahwa kata-kata yang baik akan menjadi kebaikan juga.  Namun sebaliknya di media sosial nampaknya masih berkelindan narasi-narasi yang tak mengilustrasikan itu semua.

Akhir-akhir ini dari  kasus Papua, KPK sampai karhutla ada saja yang menanggapinya dalam nada pesimis cenderung sinis. Jangankan tentang bencana, bahkan rencana-rencana besar sekelas pemindahan ibu kota, seakan tak bermakna.


Bencana asap yang menyesakkan dada itu ternyata terjadi juga di sosial media. Asap narasi yang terus menorehkan luka.

Tiba-tiba saya teringat kalimat seseorang, seorang penerbang pesawat tempur :

"Bangsa Indonesia kurang dihargai di negeri sendiri oleh sesamanya padahal di luar negeri sangat dihargai."

"Penerbang-penerbang kita selalu unggul dalam hampir semua latihan gabungan bersama penerbang militer negara lain bahkan walaupun itu negara maju.

Hal ini disampaikan oleh  Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama TNI Ir. Novyan Samyoga MM kurang lebih satu tahun yang lalu di sebuah acara talk show yang diselenggarakan oleh IABIE.

Penerbang Ir. Novyan Samyoga ini lulusan akademi TNI AU jurusan Teknik elektro, aeronotika, dan industry. Bertugas pada saat itu di squadron udara fighter F16,  Sukhoi.

Kata beliau lagi :"Walaupun kalau bicara teknologi memang kita masih kalah,tapi kita bangsa Indonesia ini punya dan akan selalu membutuhkan SDM yang terbaik. Ini harus mulai dipersiapkan bahkan sejak usia TK/PAUD, SD,  SMP, dan SMA. Bayangkan harga 1 pesawat tempur itu bisa mencapai 1,5 trilyun rupiah.

Untuk bisa mengoperasikannya dalam rangka menjaga tanah air, kita berkepentingan untuk menyediakan SDM-SDM unggul. Maka pendidikan adalah hal penting bangsa ini.

Sesungguhnya kita, rakyat Indonesia ini punya kualitas yang baik pada level yang diakui dan dihormati bangsa-bangsa lain. Hal ini dilihat dan menjadi fokus orang-orang seperti alm. Pak Habibie dan orang-orang serupa beliau secara batin dan pemikirannya, cita-cita dan upaya-upayanya, do'a dan segala narasi-narasi baiknya.

Mereka-mereka yang tidak menyempatkan diri untuk berpikir dan berkata yang tidak baik tentang negaranya hanya karena berbeda pandangan politik dengan sesiapa. Karena justru kalaupun ada yang belum baik merekalah yang paling depan dan paling keras bekerja dan memperbaiki. 

Tiba-tiba saya teringat ucapan-ucapan orang-orang Inspiratif itu.

Deputy Perencanaan SKK Migas, Dr. Jafee Arizon Suardin yang saat itu menggantikan Prof. Archandra yang tidak bisa hadir mengatakan :

Negara Cina hanya dalam 10 th  sanggup merebut pasar sekaligus kualitas teknologi dunia yang sebelumnya dikuasi Amerika dan negara-negara maju Eropa. Itu menjadi salah satu pemicu terbesar perang dagang antar kedua negara saat ini yang mempengaruhi perekonomian dunia.

Ada negara yang belum lama ini statusnya masih negara berkembang, tiba-tiba sekarang menjadi raksasa teknologi dan industri dunia kenapa kita tidak mau belajar dari mereka. Di negeri ini, dalam suasana obrolan politik, Cina masih jadi bahan hujatan.

Dalam hati saya mengiyakan, bahkan dari hadist Nabi sendiri mentitahkan untuk kita terus mau mencari ilmu walau sampai ke Cina.

Dalam percakapan yang kadang diselingi opini narsum lain saya mencatat kata-kata ini :

"Kita ini sebenarnya berada di atas Korea (secara SDM) tapi dikerdilkan dunia dan sedihnya bangsa sendiri mengamini"

Lalu saya teringat banyak narasi yang dibangun di sosmed dalam nada mencibir apapun yang dilakukan pemerintah atau anak-anak bangsa karena cara pandang yang masih partisan. Lho itu presidenmu juga sayang, itu sodara sebangsamu juga.  Kalau mau ditambah kadang itu sodara seagamamu juga. Mbok kalau belum bisa menghargai ya gak usah juga mencela apalagi kalau belum tahu masalah besarnya apa. (Sedih akutu)

Pak Jafee Arizon dan Pak Agus Budiono saat itu sepakat bahwa kekurangan kita sekarang salah satunya ada pada soal empowering bussines untuk bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Kenapa Indonesia belum sampai kesana?  Karena bangsa Indonesia belum kompak.

Bangsa kita adalah bangsa yang hebat. Anda percaya itu?  Yang bilang gak hebat itu, yang selalu merendahkan Indonesia itu ada tujuannya.

Tujuannya apa?  Supaya kita tetap jadi negara konsumen, supaya kita tetap sebagai negara berkembang yang konsumtif, tidak bisa menjadi negara maju dan raksasa dunia. Sekilas saya mendengar, itu kenapa Pak Habibie dimusuhi Amerika. Karena pak Habibie yang pertama coba mewujudkan itu, pada saat beliau mendirikan perusahaan dirgantara Indonesia (PT. DI)

Menurut Pak Jafee yang dibutuhkan di pemerintahan sekarang adalah :

1. Enterpreunership - FYI, setiap hari pemerintah banyak melakukan deal bisnis senilai 13 milyar dollar. Ini tidak bisa dibilang kecil. Setiap hari investasi datang seperti sungai. Jadi kita sebenarnya tidak pernah  kekurangan investor.

2. Kemampuan teknis

3. Kemampuan negosiasi. FYI lagi, entah karena mungkin masih ada pandangan feodal di sebagian kita dan itu ditangkap oleh mereka sebagai celah, sehingga perusahaan-perusahaan asing itu entah perusahaan kecil ataupun besar setiap kali mengajukan proposal selalu membawa "bule" yang kadang kapasitasnya saja sebetulnya tidak sebagus yang terlihat. Seakan kalau negotiatornya bule pasti perusahaan itu hebat dan terpercaya.

Dalam soal di atas Archandra Tahar sendiri berpendapat, bahwa benar kita sering sulit menghargai bangsa sendiri. Padahal SDM-SDM Indonesia tidak diragukan kepintarannya, dan juga etos kerjanya.



Sebagaimana kita selalu percaya bahwa kata-kata bisa menjelma doa, mungkin kita bisa mencukupkan diri hanya dengan cinta pada setiap apa yang ingin kita bagi.

Terlebih meraba kapasitas diri yang jauuh sekali dari sisi pengetahuan maupun pengalaman dari mereka yang sedang bekerja keras memperbaiki bahtera bernama Indonesia,  malu rasanya kalau ternyata diri lebih banyak berkomentar dan mencela kerja keras orang lain sementara di semesta persoalan itu diri ini bukan siapa-siapa.

Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim no. 5).

“Seseorang bisa dikatakan berdusta, karena berita yang didengar bisa jadi ditambah-tambah" (Imam Nawawi dalam Shahih Muslim Bab Larangan membicarakan semua yang didengar)

Semoga Indonesia baik-baik saja.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^