Curhat para tokoh nasional tentang kebangsaan - Hai sahabat Goresanku apa kabar ? Semoga selalu dalam karunia kedamaian dan segala kebaikan ya, aamiin. Kali ini saya ingin sedikit merangkum hasil dari keikut sertaan saya di acara yang diselenggarakan MPR RI yang bertajuk Curahan Rasa dan Pendapat Tokoh-tokoh Nasional - Refleksi Kebangsaan: Merawat Kebhinekaan Untuk Menjaga NKRI.
Ini kali kedua saya menginjakkan kaki di gedung MPR/DPR RI. Yang pertama adalah saat mengikuti acara Netizen Gathering dan diskusi bersama Ketua dan Sekjen MPR RI, yaitu Bapak Zulkifly Hasan dan Ma'ruf Cahyono.
Berbeda dengan saat yang pertama, kali ini sebagai blogger saya dan kawan-kawan seprofesi lainnya juga bagian masyarakat yang mewakili para mahasiswa, akademisi dan elemen lain menyaksikan secara langsung acara yang digagas oleh para negarawan sebagai salah satu bentuk kepedulian atas kondisi bangsa yang hari ini masih nampak "terluka" akibat perpecahan di dalam masyarakat sebagai dampak dari pilpres dan pilkada khususnya di Jakarta padahal proses Pilkada itu sendiri telah selesai. Berangkat dari keprihatinan itulah acara ini terwujud.
Berikut ini catatan saya dari curahan rasa dan pendapat beberapa tokoh nasional Indonesia. Sayang sekali karena keterbatasan saya hanya bisa menuliskan tak semua pendapat para tokoh yang diundang, semoga dari yang sekian di bawah ini bisa memberikan gambaran buat sahabat Goresanku tentang refleksi kebangsaan kita yang dirasakan oleh tokoh-tokoh bangsa kita.
Refleksi Kebangsaan Indonesia Hari Ini
Zulkifli Hasan
Mengambil kesempatan pertama Pak Zulkifly Hasan menyampaikan latar belakang dilaksanakannya kegiatan bincang tokoh nasional ini. Bermula dari menyaksikan fenomena bangsa saat ini terutama sejak dilaksanakannya pilpres 2014 lalu dilanjutkan pilgub DKI Jakarta 2017 dimana kompetisi menjadi terasa sangat panas terutama yang terjadi di zona social media. Sudah tak bisa dipungkiri lagi, telah terjadi kekerasan di dunia online terhadap lawan politik berupa sebaran berita-berita hoax, saling menyindir, menghujat dan mengancam di antara para pendukung satu kontestan dan pendukung kontestan yang lain, sampai maraknya kasus persekusi di beberapa daerah. Ini menunjukkan bahwa perpecahan tak hanya terjadi di social media tapi juga di dalam kehidupan nyata.
Pak Zulkifly mengatakan bahwa beliau mendapat banyak pengaduan dari elemen masyarakat. Pengaduan dan keluhan yang tidak datang dari satu fihak saja tapi dari semua sisi yang berseteru.
"Sebagai rumah rakyat MPR menerima banyak keluhan dan masukan dari tokoh-tokoh daerah Dan tokoh-tokoh lintas agama." ujar pak Zulkifly, kemudian beliau meneruskan :
Sebagian kelompok muslim mengatakan bahwa mereka merasa tersakiti, namun dari kelompok Kristenpun juga merasa tersakiti. Belum lagi beberapa konflik yang terjadi di beberapa daerah yang dipicu persoalan SARA telah membuat suasana kebangsaan kita tak lagi nyaman.
Setelah melakukan diskusi dan konsultasi dengan para tokoh sepuh nasional khususnya seperti Gus Sholah dan Pak Jimly Assidiqy disimpulkan bahwa perlu dilakukan dialog besama terutama diantara semua fihak yang selama ini secara masif turut serta berseteru atau dari mereka golongan terbesar yang terkena dampaknya yaitu rakyatnya sendiri.
Dengan alasan-alasan itulah lahir gagasan untuk melaksanakan semacam curhat politik, melakukan refleksi kebangsaan dari sudut pandang masing-masing pihak. Berharap karena itu semua pihak juga bisa menjadi saling memahami. Karena sifatnya forum curhat, maka acara ini kemudian diberi tema curah rasa dan pendapat para tokoh nasional tentang kebangsaan. Untuk itulah kita duduk bersama hari ini, bicara dari hati ke hati.
Terakhir Pak Zulkifly Hasan berpesan :
"Mari kita saling menyejukkan situasi di lingkungan masing-masing baik lingkungan nyata maupun maya. Jauhilah ujaran-ujaran kebencian. Merawat keutuhan bangsa ini butuh waktu yang lama, tapi menghancurkannya sangat mudah cukup dengan membuat sesama anak bangsa saling membenci dan bertikai.
Prof. Dr. Jimly Assidiqy
Diamanahi sebagai moderator acara curah rasa dan pendapat para tokoh nasional tentang kebangsaan ini, Pak Jimly Assidiqy pertama-tama mengajak semua had it in untuk mengahturkan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas rahmatNYA kita dikaruniai niat yang baik untuk merukunkan bangsa ini kembali.
Prof. Dr. Mahfudz MD
Pak Mahfudz MD inilah yang menurut saya menjadi pembicara pertama yang langsung menyampaikan pandangannya tentang kondisi bangsa hari ini dan bagaimana solusinya secara lugas.
Pak Mahfudz mengawali pendapatnya dengan menyampaikan bahwa sebenernya tak ada persoalan dengan keberagaman di Indonesia dan sikap saling toleransi sudah banyak kita saksikan tersaji di negeri ini.
"Saya biasa bertemu dan sering berbincang dengan tokoh-tokoh agama lain dalam suasana yang hangat. Semua berjalan rukun-rukun saja, guyub-guyub saja.
Menjadi persoalan saat ada sekelompk orang yang menganut garis perjuangan yang keras dan melahirkan ekstrimitas dimana orang-orang menyebutnya "Islam radikal", padahal sebagian besar umat Islam itu tdk begitu.
Sejak awal kemerdekaan umat Islam tidak ada masalah dengan Pancasila. Bahkan sebagai muslim saya merasa nyaman di Indonesia. Di sini ketemu romo-romo atau tokoh lintas agama lain mereka sering menyapa saya dengan istilah-istilah islam seperti Assalamualaikum, insya Allah Dan sebagainya.
Persoalan berikutnya dalam negara ini adalah penegakkan hukum yang transaksional. Ini menjadi jalan untuk orang-orang pengikut aliran ekstrim itu ikut menumpang.
Padahal dalam sejarahnya kebanyakan masalah hukum di Indonesia dari masa ke masa itu tidak bersambungan. Misalnya seperti di saat Pak Suharto "jatuh" memang terjadi keriuhan politik tapi setelah pemilu dilaksanakan kericuhan politik sudah selesai.
Saat ini hukum yang seharusnya menjadi alat harmony di masyarakat tidak berfungsi karena berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada aparatur penegak hukum itu sendiri. Maka karena itulah sering kita lihat pengadilan jalanan bermunculan.
Persoalan berikutnya adalah kesenjangan sosial yang masih tinggi. Hal ini harus segera diatasi oleh pemerintah karena bisa menjadi pemicu salah satunya masalah radikalisme dan terorisme.
Pemerintah harus fokus pada peningkatan kesejahteraan, karena hal ini akan berperan besar dalam menekan angka kasus terorisme di Indonesia.
Gus Sholah
Dalam kesempatan yang diberikan, Gus Sholah yang khusus rawuh ke gedung MPR RI dari Jombang menyatakan sudut pandangnya bahwa dalam masyarakat besar Indonesia saat ini ada masalah yang belum selesai. Ada rasa saling tersakiti ada rasa saling tak percaya pasca pilpres dan pilgub DKI Jakarta.
Suhu politik yang panas di dalam masyarakat harus diturunkan lebih dahulu baru kemudian dicari obatnya sebagai solusinya.
Kemudian Pak Jimly yang duduk bersebelahan dengan Gus Sholah menambahkan.
"Pilkada sudah selesai harusnya semua kegaduhan ini mereda. Sebetulnya jika ada permasalahan hukum percayakan pada penegakkan hukum yang tegas, tapi masyarakat tak percaya pada hukum.
Menurut Pak Jimly, Indonesia adalah negara paling plural dan toleran di mata dunia. Permasalahan seperti yang terjadi di Jakarta tidak terjadi di daerah lain. Misalnya Pilkada di Sulawesi Utara dan Kalimantan Barat, keduanya sama-sama merupakan daerah dengan penduduk beragama Islam taat yang dominan dan mayoritas hampir 90% tapi yang terpilih menjadi kepala daerahnya non muslim, bahkan ada yang terpilih sampai 2 periode berturut-turut. Jadi sebetulnya gak ada masalah kalau masyarakat suka.
Di inggris saja baru skrg terpilih perdana menteri berdarah Pakistan, di Indonesia sudah lebih lama. Ini membuktikan bahwa banIndonesia bangsa paling plural paling toleran.
Tri Sutrisno
Khusus tentang Pak Tri Sutrisno, kehadiran wakil presiden di masa orde baru ini cukup surprised bagi saya. Senang melihat mantan perwira tinggi TNI yang dulu banyak dikagumi karena prestasi dan teriutama kegagahannya kini masih terlihat segar dan fit di usia sepuhnya.
Dalam urun pendapatnya Pak Try mengajak generasi muda saat ini untuk melestarikan komitmen pada apa yg telah disepakati bersama dari sejak didirikannya NKRI.
Pak Tri mengungkapkan bahwa Indonesia tumbuh dengan sejarah yang panjang. Adanya deklarasi kebangsaan, sumpah pemuda menunjukkan bahwa para pahlawan kemerdekaan dan pendiri bangsa telah bersepakat tentang dengan cara bagaimana bangsa ini tegak.
Perjuangan bangsa Indonesia luar biasa hebat dan kemerdekaannya telah dibayar dengan begitu banyak pengorbanan darah Dan air mata para syuhada. Jangan dirusak dengan ulah segelintir orang yang ingin mengubahnya lalu akibat dari keinginan itu hancurlah negara yang kita cintai.
Indonesia telah memiliki landasan yang kuat, sistem pemerintahannya bukan berupa kerajaan seperti di Inggris ataupun Arab Saudi, bukan pula federal seperti di Amerika, melainkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Wajah bangsa kita yang plural dan multikultural dan toleran telah menjadi simbol kedamaian di mata dunia. Dan konsep yang melandasinya adalah Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika-nya. Menunjukkan bahwa Pancasila merupakan konsep bernegara yang paling pas Dan mantap untuk Indonesia.
Persoalan yang ada kini lebih kepada pelaksana dan pelaksanaannya yang harus sesuai UUD 45 ujar Tri Sutrisno.
Bahtiar Nasir
Sebuah kejutan lain bagi saya datang tatkala tokoh yang di masa gonjang ganjing kasus penistaan agama di Jakarta menjadi cukup sering disorot media ikut menyampaikan curahan hatinya di forum kebangsaan ini yaitu Bahtiar Nasir.
Koordinator Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) ini menyampaikan bahwa perjuangan muslim Indonesia dalam aksi 212 sejak mula adalah menginginkan Indonesia tetap utuh. Tapi pada perjalanannya perjuangan itu disalah pahami. Apalagi saat ada kegaduhan yang melibatkan Riziq Shihab dan orang-orang di belakang aksi 212 yang menuduh mereka dengan issue makar, terorisme, pencucian yang dsb.
"Saya melihat disini telah terjadi gagal paham" ujar Bahtiar Nasir.
Menurut Bahtiar Nasir sistem hukum berjalan tidak adil dan menduga telah terjadi penegakkan hukum sesuai pesanan (law in order)
Bahtiar Nasir mengakui memang ada beberapa kelompok Islam yang terkesan radikal tapi ia yakin tidak mengarah pada makar.
Jaya Suprana
Jika Pancasila dimaknai cinta dan kasih sayang, apalagi kepada sesama yang lebih kejam tidak akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti sekarang ini.
Menurut Jaya Suprana "tugas kita adalah mewujudkan keadilan sosial agar tak ada yang merasa ditinggalkan!"
Romo Benny
Romo Benny dalam pernyataannya lebih menyorot peran media sosial dalam beberapa persoalan bangsa belakangan ini.
Pengguna media sosial (medsos) di Indonesia saat ini sudah mencapai kurang lebih 100 juta orang sayangnya dari sekian banyak pengguna medsos itu sebagian dalam jumlah cukup besar belum teredukasi dalam berinteraksi di dunia online sehingga sering terjadi konflik karena penggunaan kalimat yang menyinggung orang lain. Masalahnya kita hanya pengguna, tidak memiliki teknologi untuk mengantisipasi provokasi. Di sinilah pentingnya seluruh pengguna medsos untuk memiliki keinginan untuk menjaga keutuhan bangsa.
Sulastomo
Menurut Pak Sulastomo eks Eksponen 66 ini banyak orang saat ini yang hanya membela tokoh-tokohnya, membela kelompoknya, membela partainya bukan nilainya. Maka terjadilah seperti apa yang kita lihat sekarang, dimana-mana khususnya sosmed orang bertengkar membawa bendera kelompoknya sendiri padahal mereka sesama bangsa Indonesia.
Apalagi jika yang bertikai itu dari kalangan elit politik, maka rakyatlah yang akan menderita.
Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berintrospeksi diri, tak usah saling menyalahkan. Anggap ini cubitan untuk bangsa ini agar kita semua sadar.
Ali Masykur Musa
Sedikit berbeda dengan tokoh lain, Pak Ali Masykur Musa mengatakan bahwa kita tidak boleh menutupi, karena suka atau tidak suka, masalah Pancasila ini belum tuntas.
Faktanya masih ada yg mempertanyakan apakah Pancasila sdh built in / Final sebagai dasar negara Indonesia dihubungkan dengan jihad.
Utk generasi sekarang apakah Pancasila sudah sesuai. Menurut Ali Masykur tidak masalah mengupas kembali Pancasila sebagai Konsep bernegara jika ada yang menginginkannya. Suka tidak suka Allah akan membela Pancasila karena Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.
Kesenjangan sosial ekonomi juga menjadi perhatian Ali Masykur Musa terhadap maraknya radikalisme.
"Kenapa harus radikal wong sdh kenyang, dan kenapa tidak boleh mimpi tentang syurga wong perut kami lapar ".
"Liberalisasi ekonomi yang telah menjadi sebabnya, sehebat-hebat presiden pasti takut dengan konglomerat. Apa yang tidak bisa dilakukan dengan uang mereka." ujar Ali.
Ali Maskur juga mengatakan cut Off konglomerasi pangan yang merusak pemeratan di negeri ini.
Romo Mudji Sutrisno
Romo Sutrisno mengatakan bahwa kita harus jujur berhadapan dengan kapitalisme, uang, radicalism, dsb. Tak usah bersikap denial.
Indonesia ibarat Kain baik tulis ini, lain ulos ini (Romo menunjukkan beberapa helai kain tradisional di tangannya) kain yang setiap lembarnya dibuat oleh senimannya dengan sepenuh hati, dalam waktu yang lama. Kemudian datang orang dengan gunting di tangan dan mencabik-cabik kain tradisional berharga itu dengan garangnya. Orang yang memegang gunting itu serupa dengan fihak yang kini sedang asyik mencabik-cabik bangsa ini.
Romo Franz Magnis Suseno
Romo Franz Magnis Suseno seorang tokoh agama Dan budayawan mengatakan bahwa Pancasila adalah kontrak bersama bangsa Indonesia untuk saling menerima.
is berharap point tentang hak-hak azasi manusia dimasukkan ke dalam UU kita kalau kita ingin menjadi bangsa yang beradab
Masih banyak tokoh nasional yang opini dan curahan rasanya belum tercatat disini, tapi satu yang saya rekam dalam hati dan membuat saya optimis bahwa masih banyak orang yang menginginkan bangsa dan negara Indonesia dengan Pancasilanya tetap berdiri. Semoga Allah selalu menjaga Dan melindungi, aamiin.
 |
Di usia sepuhnya Pak Tri nampak masih gagah dan fit |
 |
Menanti curahan rasa dan pendapat para tokoh nasional |