Budaya Copas di Whatsapp - Sebelumnya,
kita sepakati dulu ya, sudah pada tahu kan maksudnya copas ? Nah buat yang belum tahu (yang sudah
tahu kedip-kedip aja ya hehehe) copas adalah sebuah kata yang merupakan
singkatan dari copy paste; copy berarti menyalin sebuah karya, (bisa karya
tulis, karya fotografi, karya seni dan karya lainnya ) dan paste berarti menempelkan karya tadi ke
suatu tempat yang lain.
Dalam
komputer atau laptop, aktivitas ini bisa dilakukan dengan menyorot sebuah
kalimat atau gambar lalu menekan tombol ctrl dan tombol huruf C untuk menyalin
/ menjiplak lalu menekan tombol ctrl dan tombol V di laman atau tempat lain untuk menempelkannya. Sedang
dalam gadget seperti smartphone berbasis android ataupun IOS cukup dengan
menekan tulisan atau gambar tertentu yang akan dicopas agak lama sampai muncul
tanda salin lalu pindahkan tulisan ke tempat lain baik itu sosmed atau notes
lalu tekan kembali agak lama jari kita ke layar gadget di tempat yang kita tuju
sampai muncul tanda paste.
Tapi
makna di atas baru ditinjau dari sudut bahasa saja. Sedangkan yang akan dibahas
di postingan ini adalah copas secara istilah yang bermakna menyalin ulang dan
menempel karya orang lain TANPA MENYEBUTKAN nama penulisnya (jika karya itu
berupa karya tulis) atau tidak menyebutkan nama pemilik fotonya (jika karya itu
berupa karya fotografi) atau tidak menyebutkan nama pemilik atau pembuatnya apapun
karya itu sehingga terkesan seolah-olah karya yang disebarkan atau yang
dipertunjukkan itu merupakan karyanya sendiri.
Copas
dalam pengertian ini sering disebut juga dengan istilah menjiplak, menyontek,
dan istilah-istilah lain yang dekat pada sifat curang yang relatif merugikan
orang lain dan menguntungkan diri sendiri.
Merugikan orang yang dengan segala upayanya menghasilkan sebuah karya tapi orang lain yang melakukan copas tadi yang menikmati keuntungannya karena bisa jadi dari hsil copas itu ia mendapatkan keuntungan berupa materil maupun non materil (materil berupa uang atau benda sebagai imbalan saat karya orang lain itu diakui sebagai miliknya) ataupun keuntungan non materil (seperti pujian, nama baik, dan sebagainya.)
Sebetulnya, budaya copas ini sudah parah di segala media di masyarakat kita, tapi tulisan ini menyorot aplikasi whatsapp karena di aplikasi ini entah kenapa share tulisan copasan sulit terlacak dan tidak bisa ditelusuri sumber asalnya, tidak seperti media lain misalnya media sosial dan blog.
Merugikan orang yang dengan segala upayanya menghasilkan sebuah karya tapi orang lain yang melakukan copas tadi yang menikmati keuntungannya karena bisa jadi dari hsil copas itu ia mendapatkan keuntungan berupa materil maupun non materil (materil berupa uang atau benda sebagai imbalan saat karya orang lain itu diakui sebagai miliknya) ataupun keuntungan non materil (seperti pujian, nama baik, dan sebagainya.)
Sebetulnya, budaya copas ini sudah parah di segala media di masyarakat kita, tapi tulisan ini menyorot aplikasi whatsapp karena di aplikasi ini entah kenapa share tulisan copasan sulit terlacak dan tidak bisa ditelusuri sumber asalnya, tidak seperti media lain misalnya media sosial dan blog.
Budaya Copas di Whatsapp
Pagi ini
saya tersentuh oleh sebuah tulisan (lagi) di salah satu grup whatsapp (WA) yang
dibagikan oleh seorang membernya. Ya, nukilan-nukilan yang indah yang datang
dan pergi setiap hari, setiap malam. Kadang saya skip karena tulisan itu pernah
beberapa kali saya baca di grup lainnya, kadang saya berhenti untuk membacanya
meskipun tulisan itu pernah saya simak sebelumnya.
Memang tidak
semua copasan tulisan yang dibagikan di WA itu membosankan, ada beberapa tulisan
yang sangat sangat mengguggah hati dan membuka kesadaran. Banyak di antara
sharing tulisan yang berseliweran itu sungguh-sungguh tulisan yang bagus, yang
menurut saya mempunyai kekuatan untuk mengubah kehidupan orang lain menjadi
lebih baik.
Temanya
beragam, tapi yang paling saya sukai cuma dua, yaitu soal kesehatan dan
keluarga (tentang parenting dan cinta suami istri). Saya pikir, alangkah
efektifnya share tulisan bagus-bagus itu di WA. Entah kenapa baca tulisan
panjang di WA itu rasanya lebih enteng bahkan dibanding dengan membaca
status-status yang sama panjangnya di media sosial. Mungkin karena suasana di
WA lebih private ya ? bisa jadi.
Ada dua
hal sebenarnya yang kepikiran oleh saya setelah membaca tulisan-tulisan bernas
hasil sharing sahabat-sahabat di WA-ku :
- Rasa optimis, karena dengan maraknya sharing tulisan-tulisan itu menunjukkan tingginya minat membaca dan berbagi pengetahuan. Seperti yang saya tuliskan di atas, ada banyak hal-hal baru ataupun lama yang berguna diketahui dengan membaca tulisan-tulisan itu. Banyak orang yang mungkin tertolong dari bahaya stroke sehabis membaca copasan tulisan di WA, atau mungkin banyak keluarga yang lebih baik kualitas interaksinya setelah membaca goresan bijaksana di grup WA.
- Rasa prihatin, karena kebanyakan share tulisan-tulisan di WA itu kebanyakan tanpa mencantumkan nama penulisnya. Padahal duuh banyak sekali tulisan-tulisan cakep yang berharga yang pastinya dibuat oleh penulisnya dengan jalan yang enggak segampang ngemil snack. Ibarat makanan, tulisan itu makanan, pembaca itu pemakannya dan penulis adalah koki yang memasaknya. Berapa besar tenaga dan berapa lama waktu yang diperlukan seorang koki untuk menghasilkan makanan yang enak untuk dimakan dibanding tenaga dan waktu yang digunakan untuk menghabiskannya ? Jauh beda kan ? .
Suka
sedih sendiri walaupun tulisan-tulisan yang dishare itu bukan karya tulis saya
kalau enggak nemu nama penulisnya. Ya, walaupun hati masih terobati (tsaah)
kalau masih ada orang yang rela mengetik di ujung tulisan nan panjang dan bermakna
besar itu secuil kata dan huruf kecil : “copas”.
Memangnya
seberapa penting sih menulis nama penulis atau setidaknya sumber tempat
mengambil tulisan itu buat kita ? koq dimasalahin terus ?, sok suci sekali ya
kesannya.
Nah, ini
pernah kejadian juga sama saya dulu, duluuu sekali, pas awal-awal mulai punya
blog. Dulu itu mana ada saya tahu soal copy paste. Saya pikir buat apa juga
orang menjiplak tulisan saya yang biasa aja itu. Pelit amat sih, biarin aja
orang mau copas kan ilmu yang kita pakai, ide yang kita dapat dan tenaga serta
waktu yang kita gunakan bukannya milik Tuhan juga hakikatnya ?. Malah saya
senang tulisan saya ada yang share, ada yang baca aja satu dua orang aja sudah
senang apalagi dishare orang.
Saya
pernah menulis soal ini di blog saya yang lama kalau enggak salah judulnya :”Hak
Cipta Milik Siapa”. Tulisan itu jujur, sebagai kritik saya pada beberapa
blogger yang waktu sedang ramai mempersoalkan tulisan atau foto-fotonya dipakai
orang lain tanpa izin, tanpa menyebutkan nama penulis aslinya, tanpa
menyebutkan nama pemilik foto dan tanpa menyebutkan URL blognya.
Pada saat
itu, sekali lagi pada saat itu saya benar-benar heran ini apa sih pada
ngeributin soal hak cipta, hak intelektual dan sebagainya. Dan saya dengan sok
tahunya meluahkan opini saya yang intinya bahwa ilmu itu milik Tuhan, jadi
bergantung pada niatnya waktu menulis untuk apa. Kalau tulus untuk berbagi
harusnya nggak terusik kalau ada yang copas dong.
Nah,
tiba-tiba ada komentar masuk di postingan itu dari seseorang yang bernama ‘Anonim’
mengingatkan saya bahwa persoalannya enggak sesederhana itu. Dan darinya juga
saya tahu ( oya si Anonim ini ternyata adalah blogger yang tulisan berupa
kumpulan resep-resepnya dicuri itu) bahwa tulisan dan foto yang dicopas seseorang
itu digunakan oleh sang penjiplak untuk diterbitkan sebagai buku untuk
kepentingan dan keuntungannya pribadi !
Walah,
jadi sampai segitunya ya dampak dari copas itu ? Dan seterusnya semakin lama
saya beraktivitas di dunia penulisan dan banyak berinteraksi dengan para
bologger dan penulis-penulis buku saya semakin tahu tentang hak proteksi
tulisan dari pencurian atau copy paste orang lain alias aksi penjiplakan itu.
Kan
kebayang ya, menulis itu butuh banyak hal. Ya waktu, ya tenaga, ya tempat, ya kesempatan,
ya mood, ya ide yang semuanya itu seringkali enggak bisa didapet bersamaan. Ada
aja hal-hal yang bisa menghalangi proses menulis. Misalnya ada waktunya, ada
tenaganya, ada tempatnya eh enggak ada ide dan moodnya.
Atau ide sih banyak, mood juga lagi gairah-gairahnya nih, tapiiii harus antar anak kemana, harus masak apa dulu, harus benah-benah rumah dulu dan harus-haris lainnya yang akhirnya tenaga habis dan gak sempat menulis lagi.
Apalagi kalau itu menimpa emak-emak dengan anak yang banyak dan masih kecil-kecil, kebayang nggak gimana rusuhnya dan lelahnya dan sulitnya cari kesempatan buat nulis. Sudah bisa duduk tenang sambil menulis saja sudah untung, tapi itu enggak dijamin bertahan dalam 10 menit.
Atau ide sih banyak, mood juga lagi gairah-gairahnya nih, tapiiii harus antar anak kemana, harus masak apa dulu, harus benah-benah rumah dulu dan harus-haris lainnya yang akhirnya tenaga habis dan gak sempat menulis lagi.
Apalagi kalau itu menimpa emak-emak dengan anak yang banyak dan masih kecil-kecil, kebayang nggak gimana rusuhnya dan lelahnya dan sulitnya cari kesempatan buat nulis. Sudah bisa duduk tenang sambil menulis saja sudah untung, tapi itu enggak dijamin bertahan dalam 10 menit.
Ada juga
yang menulis karena memang itu pekerjaannya, yang ia dibayar untuk jasanya menguraikan
opininya, ide-idenya, imajinasinya dan sebagainya. Yang karenanya pasti si
penulis ini akan bersungguh-sungguh dan sangat serius melakukan pekerjaannya.
Pasti ada hal-hal yang harus disisihkannya demi bisa menghasilkan tulisan yang
baik dan berkualitas agar sesuai dengan bayarannya. Pekerjaan-pekerjaan seperti
copy writer, novelis, kontributor portal, penulis artikel, blogger, jurnalis
dan sebagainya profesi-profesi yang berkaitan dengan kepenulisan.
Saya
sendiri sering mengalami apalagi saat anak-anak masih kecil, kesempatan saya
untuk menulis hanya di waktu tengah malam, saat suami dan anak-anak sudah
tidur. Saat semua orang berisitirahat saya baru bisa menulis, dan saya tetap
paksakan menulis karena hanya dengan menulis saat itu yang terpikir oleh saya
sebagai satu bentuk kebaikan tambahan saya sebagai istri dan ibu rumah tangga
yang tidak bisa kemana-mana selain hanya berada di rumah dan di rumah karena
saat itu anak-anak memang masih kecil.
Saya baru
merasakan empati saya diuji, bahwa jika saya dalam posisi seorang pembaca dari
sebuah bacaan yang ditulis oleh seseorang, lalu saya merasa bacaan itu
bermanfaat untuk saya pribadi maka betapa jeleknya saya jika tidak setidaknya
berterima kasih walaupun hanya di dalam hati kepada penulisnya karena dengan
sebab tulisannya pikiran dan hati saya tercerahkan. Apatah lagi jika saya ingin
membaginya kepada orang lain agar orang lain pun mendapatkan manfaatnya, maka
sangat terpuji jika sayapun menyebut nama penulisnya untuk menghormatinya,
menghargai jerih payahnya menulis.
Sejak itu
saya sadar, bahwa menghargai karya orang lain dengan meminta izinnya untuk
membagi, menyebut namanya sebagai penulis atau pemilik asli karya, atau
setidaknya dengan menyebutkan nama sumber pengambilannya adalah sesuatu hal
yang sangat terpuji dan tidak sulit. Enggak susah kan dengan hanya menyebut
nama penulis atau pemilik karya ?, enggak susah kan menulis nama sumber ?.
Nah, saya
rasa ini yang sedang tidak hadir di dalam kesadaran sebagian kita saat ini.
Mungkin rasanya biasa saja, atau kenapa harus ribet sih, cuma copas komentar
teman buat mengucapkan selamat ulang tahun aja sama yang sedang merayakannya.
Apa sih masalahnya cuma copas kalimat istirja’ tanda ikut berbela sungkawa
kepada teman yang sedang berduka. Apa sih persoalannya hanya copas ucapan
selamat bergabung sama teman yang baru joint di grup WA ?
Iya,
semua bermula dari kalimat :
”Apa sih masalahnya ?”
Padahal di
sanalah masalahnya, persoalannya adalah untuk mengucapkan kalimat sependek
selamat ulang tahun saja kita dengan malas berinovasi, dengan mudahnya memijat
fasilitas copy paste di WA ataupun di media mana saja hanya untuk menjiplak
ucapan teman.
Untuk hal
yang remeh seperti itu saja kita enggak sadar harus menyontek, harus menjiplak
tulisan teman yang sebenarnya kita bisa buat dengan kata-kata kita sendiri.
Coba aja
dirasakan, menulis ucapan simpati yang tidak terlalu panjang itu dengan
kata-kata sendiri jauh terasa lebih tulus dibandingkan dengan membaca hasil
copasan yang sampai titik komanya benar-benar sama persis. Menurut saya, si
penerima ucapan juga akan lebih senang jika ucapan-ucapan simpati itu
disampaikan dengan ketulusan.
Tapi
mungkin karena sudah dianggap biasa, akhirnya hal itu menjadi dianggap sebuah
kebenaran. Dan tidak heran kalau budaya
copas meng-copas tulisan orang lalu dibagi dengan tanpa menyebutkan nama
penulisnya dianggap biasa pula dan dianggap sebagai sebuah hal yang baik-baik
saja.
Tapi
lebih dari itu, saya tetap bahagia dengan besarnya budaya baca kita. Keberadaan
gadget dalam kehidupan kita di era sekarang membuat kita jadi senang membaca,
seenggaknya baca status medsos orang kan ? ^_^.
Di medsos
yang sering menjadi tempat sumber pengambilan tulisan untuk dishare di WA banyak
terdapat status-status keren yang inspiratif. Tergantung siapa penulisnya, itu
sebabnya juga kita jadi bisa lebih selektif dalam memilih teman online ya.
Nah kalau
budaya membacanya sudah bagus, justru melalui hal ini mungkin kita bisa
membangun kesadaran banyak orang untuk meningkatkan kualitas kebaikannya yang
senang membaca itu dengan menghargai karya penulisnya juga. Menghargai sang
creator dengan selalu menyebutkan atau
menuliskan nama penulisnya jika diizinkan untuk membaginya, menunjukkan bahwa
kita adalah masyarakat yang berbudi pekerti baik. Kalau bukan oleh kita, oleh
siapa lagi ?
Setuju mba, WA grup skrg isinya copas mulu... Yang bikin jengkel nih copas tidak ditelusuri dahulu apakah tulisan yang dicopas dan disebarkan ke WA grup ini benar dan akurat? Kalo saya bilang copas ini mirip BC atau broadcast, dapat tulisan dr 1 sumber disebar ke tempat lain demikian seterusnya bahkan ada sebuah tulisan yang intinya menjelekkan produk lain, lalu dicopaslah tulisan ini dan disebar ke tempat lain, si penerima berita sdh terlanjur percaya, ternyata ceritanya hoax. Banyak kejadian sprti ini. Makanya bener kata mb Winny copas tulisan ato gbr hrs menyebutkan sumbernya dan diteliti keakuratan ceritanya. TFS ya mba
ReplyDeleteJujur ya mbak, ucapan2 selamat berpuasa ato idul fitri yg srg masuk ke wa/bbm ato aplikasi apapun ke aku, biasanya g aku balas kalo itu hasil copasan :D. Aku lbh menghargai teman/keluarga yg mau nulis ucapan selamat walo singkat tp hasil dr pikirannya sendiri :)
ReplyDeleteih betul banget ya, tapikadang orang yang menshrae juga dapat dari orang lain, beruntun
ReplyDeleteBiasanya dibawahnya ada dari Prof...ini atau DR...dari Pak Rhenald Kasali gitu
ReplyDeleteDi fb juga banyak tuh, mbak. Alangkah lebih bijaksananya kalo kita nyantumin siapa penulisnya. :)
ReplyDeleteaku juga sering nemuin yg copas2 di WA, tapi entahlah hehe..
ReplyDeleteKalo aku pribadi, suka juga copas2 kalo bikin quotes copas. tapi si Penulisnya dah ngingetin silahkan jangan cantumkan nama saya, saya menulis untuk dibagikan.
Kebetulan kenal juga, makanya salut sama penulis plus motivator ini.
Memang perlu ditumbuhkan lagi kesadaran akan hak cipta ini, hak cipta kedengarannya seperti sesuatu yang besar, padahal prakteknya hanya sebatas copy lalu paste. Kadang juga semangat berbagi kita sudah mengalahkan kecepatan tabayyun sebuah berita yang dibagikan dari orang lain..
ReplyDeleteSetuju banget mba sama tulisan ini, ada beberapa temen yang suka share tapi nggak tau persis isinya apa dan taunya berupa hasutan pula. Yang ada malah jadi bikin suasana nggak enak diantara temen yang lain hiks.
ReplyDeleteiyes agree, sekarang banyak banget teman kirim-kirim cerita lucu, cerita menginspirasi tanpa tau siapa yg nulis, Babang masih bisa terima asalkan bermanfaat dan bukan tentang hoax atau berita politik
ReplyDelete