Napak Tilas

Napak tilas - Saya tak berasal dari kota sepenuhnya, tapi juga bukan asli desa segenapnya. Darah saya campuran keduanya. Tak heran kalau saya betah-betah aja berada di suasana mana saja. Tapi khusus untuk menggalau, dulu saya lebih mencari suasana pedesaan. Untungnya rumah saya juga tak jauh dari pesawahan. Jadi kalau ngambek-ngambek dikit ya larinya ke sana. Jangan khawatir, saya nggak sampai nyanyi lagu India koq J))

Setelah menikah, saya lebih sering lagi menemukan suasana desa, karena suami saya berasal dari sebuah kampung yang masih alami, tempat di mana penduduknya mendapat air minum dari mata air di pegunungunan di sana, tempat di mana gigi saya bisa gemeletuk karena kedinginan, tempat di mana orang-orang saling menolong dan membantu begitu saja tanpa mengharapkan balasan.

Cisondari adalah nama kampung suami saya, termasuk ke dalam wilayah kecamatan Pasir Jambu. Sehari menjelang hari raya tadi pagi saya dan keluarga mengunjungi rumah peninggalan Bapak dan Mama mertua yang sekarang dimiliki oleh kakak ipar saya. Di sanalah kami anak cucu Bapak dan mama mertua meneruskan tradisi berkumpul silaturahmi dengan sesama saudara.

Selepas ashar bersama suami dan anak-anak saya beranjak dari rumah kakak menuju makam keluarga untuk menyampaikan salam dan do’a bagi alm Bapak dan almh Mama mertua. Kami berenam menuju makam tanpa kendaraan. Hanya berjalan kaki adalah perjalanan yang menyenangkan jika itu menuju makam keluarga suami saya, karena di sepanjang perjalanan penuh dengan pemandangan menakjubkan, setidaknya untuk saya.

Saya berhasil menangkap beberapa moment indah yang jika tak saya simpan akan sangat disayangkan. Awan yang berwarna keperakan, permadani padi yang hijau membentang, petani-peani yang sedang menggarap sawah, dan lain-lain. Meski tak mudah, karena pada beberapa kali kesempatan saya hampir-hampir terpeleset di pematang sawah yang licin. Tapi puji syukur, semuanya bisa terlewati dengan baik.

Beberapa lama berada di pemakaman Bapak dan Mama mertua menghadirkan perasaan lemah tak berdaya, betapa waktu berlalu bergitu cepatnya. Rasanya masih terngiang suara almarhum dan almarhumah, kebaikan-kebaikan mereka yang tak pernah pudar dan cita-cita kami untuk membahagiakan yang rasanya tak pernah sampai. Namun kesedihan pada akhirnya hanya bisa kami sampaikan dengan do’a, semoga Allah berkenan mengampuni segala kesalahan mereka dan berkenan meraih mereka ke dalam surga.

Selepas berdo’a kami kembali melalui pesawahan yang membentang begitu luasnya. Beberapa kejadian lucu dan mendebarkan, tapi intinya adalah betapa tiada yang lebih berharga dalam jalinan keluarga selain kebersamaan. Dalam kesyahduan akhir ramadhan saya hanya berharap, semoga Allah berkenan terus mempersatukan saya bersama orang-orang yang saya cintai dalam apapun keadaan dan semoga kami bisa saling menguatkan dalam kebaikan.

Begitupun untuk detik-detik yang penuh dengan kemuliaan ini, saya atas nama keluarga ingin menghaturkan ucapan selamat hari raya iedul fitri 1 Syawwal 1436 H, mohon berkenan memaafkan diri yang penuh dengan kekurangan ini. Taqabalallahhu minna wa minkum. Siyaamana wa siyaamakum

Jalan menuju makam yang lengang dan beraspal serta berpemandangan indah

Pesawahan

Entah ini pohon apa, buahnya besar-besar, tapi yang pasti susah sekali memeik buahnya

Pemakaman keluarga

Mendo'akan orang tua

Sungai kecil nun jauh di bawah sana, sayang terhalang pagar 

Sawah di mana-mana

Awannya epic banget

Pemaang sawahnya kecil-kecil, gemetaran lewatinnya, api sempet-sempetnya moto

Bukan salah fotografernya, yang bikin blur ini gara-gara pematang sawah injakan kaki saya kekecilan

Masjid Agung Kauman

Here we were