Di kota nan berselimut halimun biru
Kemana kau palingkan wajah disana kau temukan dinding tak berpintu
Dinding-dinding berteralis kejujuran hingga pagar keramahan penuh palsu
Di kota itu kau selalu ditanya dalam senyuman :
"Apa yang sedang kau rasakan ?"
"Apa yang sedang kau pikirkan ?"
Namun, jika telah diungkapkan, mengapa tak hilang segala kegundahan
Pedihku hanya kupendam saja
Memandang kaumku dirayu dicumbu kata
Dijanjikan syurga seribu warna
Dijadikan bunga terakhir hingga akhir masa
Namun tak insaf ia bak permainan saja
Dijadikan boneka tuk luahkan kesepiannya
Bagaimana kan harapkan kesetiaannya
Pada insan hanya pandai bermain tutur dan aksara
Maka tiba-tiba kota berubah puisi sepi
Ratapan perih di hati nan penuh dramaturgi
Berbarisan dinding dalam coretan-coretan pilu dan nyeri
Menanti iba karib dan sahabat hati
Ini hanya sepotong pentas maya
yang tak jeli kan didusta
yang tak awas kan dibencana
Hanya diri nan waskita
Tak kan terlena dan dipedaya
PS : Hanya pandangan subjektif dari satu sudut pandang penulis. Di belahan pandangnya yang lain, ada banyak insan nan baik dan jujur berhidup dan bergaul pula di kota bernuansa biru itu.
No hurt feeling, please ^_^.
No hurt feeling, please ^_^.
Begitulah mba,...dramaturgi, bagi yg mawas diri niscaya manisnya madu kata2 tdk sampai merubuhkan pilar kebahagiaan.
ReplyDeletenice note mba....
Sebagaimana di dunia nyata, dunia maya pun menawarkan hitam putih yang sama. Tinggal bagaimana kita mensikapinya ya :)
DeleteTerima kasih atas apresianya dek ^_^
bagus mbak :D
ReplyDeleteMakasih mb Aisyah :)
Deleteolehkarenanyalah kita butuh banyak pandangan.. nii salah satu caranya :)
ReplyDeletemenurut saiia ... nyata maupun maya sama ajja :(
Belajar Photoshop
mbak.. gak berniat utk menerbitkan kumpulan puisinya? Bagus2 lo... kan akhir2 ini banyak yg menerbitkan buku kumpulan puisi.
ReplyDeletekereenn....
ReplyDelete