Jam menunjukkan pkl.05.00, Nina sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan
untuk suami dan ke-tiga putra putrinya. Suara alat-alat memasak yang
beradu dan desis bawang merah yang masuk ke dalam minyak panas terdengar
meriah dari arah kamar Dandy suaminya. Dandy berjalan menuju kamar
anak-anak,dilihatnya si sulung Alya sedang bersiap membereskan
buku-bukunya ke dalam tas sekolahnya, Azka putra keduanya masih
terhuyung-huyung baru saja membuka mata dari tidur nyenyaknya, segera
Dandy menangkapnya dari arah belakang putra laki-laki satu-satunya itu
dan membawanya ke arah kamar mandi,membantunya melepas pakaiannya dan
menyiapkan air hangat didalam ember.Sebelum menuju ruang makan Dandy
menyempatkan mengecup anak perempuan bungsunya yang masih berumur 3
tahun, Aisha yang masih bergelung di boxnya.
Nina mengatur makanan hangat di atas meja makan, diperhatikannya tata
letak piring dan gelas diatasnya agar nampak cantik dan memudahkan
anak-anak dan suaminya untuk bersantap disana.Dilapnya sedikit nasi yang
tercecer disamping gelas,selesai sudah semuanya sudah rapi ;
"Alyaaa......Azkaaa....sarapan dulu naak.." Nina memanggil kedua anaknya
sambil berjalan menuju kamar tidurnya hendak memeriksa Aishaa yang
tetap terlelap diselimuti boneka-bonekanya.
Demikian rutinitas keseharian keluarga itu selama 10 tahun, Dandy
seorang pegawai BUMN, mengantar kedua anaknya yang masih di tingkat
sekolah dasar setiap pagi sebelum berangkat kerja kecuali hari minggu
dengan motor vespa tuanya yang setia menemaninya dari sejak masa kuliah
dulu. Nina seorang ibu rumah tangga biasa yang sibuk dengan pekerjaan
rumah dan sekitarnya,ditambah dengan kehadiran si Bungsu menambah
aktivitasnya semakin berwarna.Tidak ada kejenuhan dalam keluarga ini
karena Dandy dan Nina selalu berusaha agar hari-hari mereka senantiasa
istimewa bagi ketiga mutiara hati mereka. Kemesraan dan keceriaan tak
lelah-lelah mereka hadirkan di dalam rumah sederhana itu,remangnya lampu
di rumah mereka karena tak mampu membayar daya listrik yang lebih besar
tak mampu menutupi terangnya perasaan penghuninya yang selalu terdengar
gembira, suara celoteh anak-anak dan tawa mereka setiap hari terdengar
dari jendela rumah tetangga.
Hingga di suatu sore...Nina baru saja selesai memandikan Aisha dan
memakaikannya baju,saat terdengar telephone berdering dari sudut
ruang,diangkatnya dan disapanya: "Assalamu'alaykum...". Dari seberang
sana terdengar suara gemerisik dan sayup-sayup suara orang menjawab
salamnya,namun Nina merasa asing dengan suara orang itu:" Maaf, apakah
saya bicara dengan Istri Pak Dandy Nugraha?". Nina menjawab dengan hati
masih dipenuhi rasa heran:" Ya betul,saya istri pak Dandy, maaf saya
bicara dengan siapa ya?".Suara dari seberang kembali menjawab:"Saya Iwan
teman di kantor pak Dandy bu, maaf ibu tenang ya,tadi suami ibu jatuh
di kantor,mungkin pusing bu,sudah dibawa teman-teman ke rumahsakit di
Jl.Ahmad Yani
Nina melangkah tergesa-gesa di loby rumahsakit,mencari dimana lokasi UGD
tempat suaminya dirawat,sepuluh menit kemudian barulah Nina menemukan
ruangan yang dicari, nampak Dandy terbaring diatas ranjang terkulai
lemas tak bergerak,hanya matanya nampak berkaca-kaca menatap ke arahnya.
Nina memburu suaminya,hatinya berdebar,entah apa yang telah
terjadi,selama ini didalam keluarga,Dandy orang yang paling jarang
sakit. Nina tak ingin membuat suasana semakin menakutkan,bagi dirinya
apalagi suaminya, rona di mata Dandy menunjukkan kekhawatiran yang
dalam,maka Nina berbicara perlahan kepadanya seraya tangannya membelai
tangan suaminya yang terasa tak bertenaga:"Mas tenang ya,aku nggak akan
kemana-mana,anak-anak sudah kutitipkan sama Bu Mira, ini aku bawakan
kaset Murottal,nanti aku nyalakan ya". Nina berusaha bersikap tenang,
walau hatinya sangat galau.Dandy menunjuk dengan tangan kanannya lemah
ke arah tangannya yg lain dan kedua kakinya berusaha berkata-kata namun
nampak kesulitan,:"Nin, aku tak bisa...."Dandy mengucapkan tiga kata itu
dengan susah payah, bibirnya nampak tak simetris lagi.Berdegup dada
Nina,apakah Dandy terkena stroke...
Semalaman itu Nina menunggui suaminya sedang fikirannyapun bercabang
kepada anak-anak yang ditinggal di rumah mereka terutama kepada si kecil
Aishah yang masih harus ditemani jika pergi tidur,tentulah Aishah rewel
malam ini,pikirnya.Namun fikiran itu tertunda lagi, ia sibuk menelpon
kesana-kemari meminta bantuan orang yang bisa menolongnya.Sang adik yang
tinggal di Bekasi menyanggupi untuk datang malam itu juga untuk
menunggui dan mengurus anak-anaknya selama Dandy di Rumah Sakit. Setelah
mendapat ruangan untuk perawatan inap bagi suaminya Nina menenangkan
hatinya dengan dzikir, diambilnya air wudhlu dan mendirikan shalat di
samping ranjang suaminya, diperiksanya sekali-sekali rekaman murottal
yang dinyalakannya pelan untuk didengar Dandy. Dugaan nina semakin kuat
jika suaminya terkena stroke, di usianya yang sudah kepala empat bukan
mustahil Dandy bisa terkena penyakit itu, walau Nina tak menduga akan
separah itu.
Keesokan harinya setelah serangkaian pemeriksaan laboratorium dan CT
Scan dilakukan,dokterpun memastikan penyakitnya.Walau dicobanya untuk
tegar,tak urung Nina tersentak juga penyakit stroke yang menimpa
suaminya tergolong serius,ada pembuluh darah yang telah pecah di bagian
otak suaminya, dokter memberikan beberapa gambaran tentang penyakit itu
kepadanya, agar Nina dan keluarga siap dengan segala kemungkinan,walau
tetap saja Nina merasa dunianya kini terasa sesak.
Dua belas hari sudah Dandy dirawat di Rumah Sakit,namun tak ada
tanda-tanda dia dapat menggerakkan walau jarinya sekalipun.Lumpuh tak
berdaya,apapun dilakukan di atas tempat tidur dibantu Nina,hanya
Nina.Nina tak memperkenankan orang lain membantu dan membersihkan
suaminya kecuali untuk urusan pemeriksaan dan pengobatan. Nina saja yang
menyeka badan suaminya setiap pagi dan sore,membersihkan kotorannya,
memasangkan pakaian, menyuapinya makanan dan minuman, menata side
table-nya serapih mungkin, memasangkan bunga di atasnya yang khusus ia
pesan kepada teman yang menengok suaminya. Hingga keluarga tak mampu
lagi menanggung biaya rumah sakit yang semakin membengkak,maka
diambillah keputusan membawa Dandy pulang untuk dirawat di rumah.Hingga
saat itu Nina amat bersyukur, biaya rumah sakit yang cukup besar itu
ditanggung sebagian oleh perusahaan tempat Dandy bekerja, walau ia harus
merelakan seluruh perhiasan emasnya terjual untuk menutup sisanya.Maka
pulanglah kembali mereka ke rumah dimana sedang menunggu tiga buah hati
yang mereka rindukan.
Jam dinding menunjukkan pukul 10.15 malam itu,namun Nina tak bisa tidur
bahkan ia berusaha untuk menahan kantuknya, setelah membuatkan susu
untuk Aishah dan membenahi selimut suaminya, Nina duduk di atas meja
makan,di atasnya terdapat beberapa Vas bunga dan botol-botol cantik yang
diselimuti mozaik keramik, benaknya menyimpan banyak rencana. Selama
berumah tangga bersama Dandy, Nina memang memiliki kegemaran membuat
barang-barang cantik dari barang-barang bekas. Botol-botol kaca bekas
kecap, saus, toples bekas, gelas bekas dan sebagainya ia gunakan sebagai
"kanvas" lalu melukisnya dengan berbagai macam warna dari cat minyak.
Dulu, ia selalu bisa menyisihkan uang belanjanya untuk membeli cat-cat
minyak itu untuk menyalurkan hoby melukisnya. Semakin lama, semakin
banyak barang-barang bekas yang tak luput dari keterampilan tangannya,
ia sulap menjadi barang-barang cantik di rumahnya untuk ia tata dan
memajangnya di atas credenza atau lemari kacanya, sehingga siapapun yang
datang ke rumahnya selalu mengagumi karya-karya cantiknya yang membuat
rumah yang sederhana itu menjadi nampak artistik.
Kini ia kumpulkan barang-barang koleksinya itu di atas meja makan, yang
setelah dihitung-hitung ternyata cukup banyak untuk bisa diikutkan dalam
sebuah pameran yang akan digelar dua minggu ke depan. Tetangganya Ibu
Anis telah berbaik hati menawarkan kesempatan kepadanya untuk memajang
karya-karyanya dalam sebuah pameran di counternya di sebuah mall di
Tangerang. Ibu Anis sendiri sering ikut pameran memajang tanaman-tanaman
langka dan maha.Nina tak ingin membuang kesempatan,setelah beberapa
kali pembicaraan dengan tetangganya itu, disepakati Nina akan membawa 50
buah koleksinya untuk dijual di pameran tersebut.Berdebar-debar hati
Nina,dalam sujudnya ia mencurahkan seluruh harapannya:" Allahumma ya
Allah....ini kesempatan pertamaku...Engkau Maha Mengetahui ikhtiarku
ini,bukanlah sekedar pelampiasan kegemaranku lagi saat ini,Engkau sedang
Mengasihi suami hamba,Setelah Engkau anugrahi kesehatan bertahun-tahun
lamanya dia tak berdaya kini,kutitipkan jiwa dan raganya yang
kepunyaanMU kepadaMU ya Allah wahai sebaik-baik yang dititipi, demikian
pula anak-anak kami,anugrahmu yang lemah yang kepada hamba lah tumpuan
harapan mereka kini.Maka hamba memohon kepadaMU wahai yang menggenggam
semesta alam ini, kemurahanMU di dalam segala urusanku. Minggu depan
hamba ikut pameran ya Allah, mudahkanlah bagiku rezeky kami
sekeluarga,Allaahumma Aamiin. Nina mengusap wajahnya dan tetesan airmata
di pipinya, kepalanya menoleh,matanya menatap wajah Suami dan
anak-anaknya yang tertidur lelap, hatinya merintih mengharap kemurahan
Tuhannya.
Masih ada waktu tiga hari menjelang digelarnya pameran di kotanya,namun
hati Nina sudah merasa senang,diucapnya syukur berkali-kali,setiap dia
menjemput anak-anaknya dari sekolah karena dagangan Es Lilinnya yang
dititipkan setiap hari di kantin sekolah anaknya laris manis hari itu.
Cuaca panas di Tangerang saat ini memang cocok untuk usaha dagangnya
saat ini. O ya, Nina memang sudah merintis berjualan es lilinnya dua
hari setelah Dandy dibawa pulang dari rumahsakit. Nina membuat es yang
terbuat dari campuran susu dan coklat atau strawbery dibantu Alya anak
sulungnya setelah jam pulang sekolah, dimasukkannya ke dalam kulkas dan
dibawa keesokan paginya dengan termos es yang khusus ia beli untuk
dibawa dan dititipkan di sekolah Alya sambil mengantar Alya dan Azka
sekolah.Nina membawa termos es itu di motor vespa suaminya yang kini
terpaksa diakrabinya.Walau susah payah mengendarai motor tua besar itu,
Nina masih dapat bersyukur,Allah menghendaki mereka masih memiliki
kendaraan untuk membantu mereka beraktivitas. Saat menerima uang setoran
dari kantin sekolah anaknya,Nina bergumam:" Ya Allah,semoga ini salah
satu pertanda baik dari MU". Nina pulang bersama kedua anaknya dengan
hati riang di atas motor vespanya,walau hampir saja ia menyenggol abang
tukang sayur di belokkan menuju rumahnya,setelah meminta maaf ia injak
kembali pedal gas motornya dan tersenyum geli mendengar sayup-sayup
umpatan si tukang sayur dari kejauhan.
Hari "besar" itu tiba,Nina mematut diri di depan cermin,lalu memasukkan
beberapa berkas ke dalam tasnya. Digendongnya Aishah yang selalu
membuntutinya, Nina mengambil bantal yang tersenggol tangan Dandy dan
meletakannya di atas kasur dimana Dandy sudah nampak segar sehabis ia
mandikan pagi ini."Mas sarapan dulu ya,aku ambilkan nasinya". Nina
melirik ke arah jam dimeja,masih ada waktu pikirnya. Diletakkannya
Aishah didekat Dandy membiarkannya bercengkrama dengan ayahnya yang
sedang sakit itu. Nina mengambil sepiring nasi bersama dengan lauk yang
telah ia masak sejak subuh tadi,diambilnya kursi dan meletakkannya di
pinggir ranjang lalu menyuapi suaminya,Aishah tertawa-tawa di pangkuan
lemah Dandy. Sambil menyuapkan makanan ke mulut suaminya Nina berkata
:"Mas, jam 8 ini aku berangkat ya,pake mobil bu Anis,barang-barang sudah
disimpan di ruang tamu.Bagaimana, ada lagi yang Mas perlukan? aku sudah
titip pesan sama mbok Parni siapkan makan siangmu, nanti Aishah biar
Alya yang asuh,dia kan libur. Sering-sering telpon aku ya Mas kalau Mas
kangen..."Nina mengedipkan matanya sambil tersenyum kepada Dandy,membuat
Dandy berbesar hati melepas istrinya pergi,walau terbersit kesedihan di
hatinya melihat istri yang dikasihinya kini harus berjuang untuk
keluarga mereka.
Terdengar kesibukan di ruang tamu,Ryan anak Ibu Anis mengangkat
barang-barang yang telah dibungkus rapih Nina ke dalam mobil. Nina masuk
kedalam kamar menemui suaminya:"Mas, aku pergi sekarang do'akan
ya",Nina mengambil tangan Dandy ,diciumnya dalam-dalam ditempelkannya di
dahinya sebagai penghormatannya yang tulus memohon keridhoan suaminya.
Dandy mengangguk pelan,:"Hati-hati ya dik".
Hari terasa berjalan lambat, pameran yang ditunggu-tunggunya tak seperti
yang ada dalam bayangannya. Banyak sekali stand dan counter-counter
yang memajang produk-produknya, demikian pula pengunjung yang datang di
dalamnya, akan tetapi orang-orang hanya memperhatikan sekilas
gelas-gelas cantik miliknya. Mata mereka tidak bereaksi seperti reaksi
tamu-tamu yang datang ke rumah Nina. Mereka hanya melihat-lihat sebentar
lalu berlalu begitu saja. Sudah lima jam seperti itu, hanya satu dua
orang yang mau berdiri agak lama dan menanyakan harganya kepada Nina,
tapi sama dengan sebelumnya akhirnya mereka pergi, berganti
melihat-lihat stand lain. Nina menghela nafas dalam-dalam:" ya
Allah,sibukan hamba denganMU,semua ini atas kehendakMU,Hasbunallah
ni'malmaula wa ni'mal wakiil" demikian berulang-ulang Nina membasahi
hatinya dengan kalimat-kalimat dzikir membuatnya menjadi lebih tentram.
Hari-hari berlalu,Nina tak patah semangat,dalam waktunya yang padat
mengurus suaminya yang sakit,anak-anaknya yang masih kecil serta usaha
berjualan es dan Handycraftnya dia terus berusaha menebarkan kegembiraan
kepada keluarganya.Sambil mengisi plastik dengan es buatannya Nina
selalu menyajikan dongeng-dongeng khayalannya untuk putra-putrinya yang
tiduran diatas tikar disampingnya. Atau mengajak bercanda Dandy saat ia
menggantikan pakaian suaminya yang lumpuh itu. Nina tidak akan merasa
sedih jika harus kehilangan waktunya untuk beristirahat agar Dandy bisa
diajaknya berlatih duduk dan berdiri atau meremas-remas bola karet untuk
melatih syaraf-syaraf motoriknya. Atau menerangkan kepada Azka dan Alya
betapa fantastisnya pemandangan saat bunga Matahari di kebun Pak
Matoala sedang mekar, atau saat melihat kumbang mengisap sari bunga
dipinggir selokan, atau saat air meluap waktuhujan di depan rumah
mereka.
Nina melonjak gembira,pagi itu ia mendapat telepon dari Bu anis tentang
koleganya yang hendak memesan produk-produk buatannya yang ia lihat saat
pameran tempo hari,tidak tanggung-tanggung ia memesan 50 buah toples
cantik dengan warna bervariasi diserahkan kepada Nina modifikasinya
sementara down paymentnya akan dikirim separuhnya ke rekeningnya dan
siang ini juga pemesan akan datang ke rumahnya untuk bernegoisasi.
Berbarengan dengan itu, salah seorang atasan suaminya yang menjenguk
mereka kemarin juga berjanji akan mengirim tongkat khusus untuk
penderita stroke sore ini. Nina meletakkan teleponnya, lalu menyungkur
sujud,mencurahkan segala puja dan puji kepada Tuhannya,bersyukur atas
kesempatan ini:" Ya Allah, Tuhan...Engkau dengar itu...mereka memesan
barang-barangku ya Allah,terima kasih...terima kasih ya Allah". Nina
menyeka air matanya dan segera bangkit, berlari kecil menuju kamar untuk
mengabarkan berita gembira ini kepada suaminya.
Pesanan itu akan diambil dalam waktu satu minggu,tak membuang
waktu,segera Nina menyiapkan bahan-bahan untuk produk pesanan
pertamanya,seisi rumah merasakan semangatnya,oleh karenanya Dandy
berusaha untuk tidak "terlalu mengganggu" istrinya, ia seolah memiliki
extra spirit untuk dapat mandiri lebih cepat,diam-diam Dandy sering
berlatih sendiri menggerakkan syaraf dan otot-ototnya baik di
tangan,kaki atau pun wajahnya.Ia tahu, ini akan menjadi hari-hari yang
melelahkan untuk Nina seiring dengan berdatangannya pesanan
dagangannnya.
Sudah lima hari,Nina menekuni gelas-gelas kacanya,membuat pola,
mengecatnya, membiarkannya kering lalu menambahkan beberapa ornamen
cantik di atasnya,untuk menambah inspirasinya Nina rajin mengamati
gelas-gelas kaca pabrikan dari beberapa toko saat menjemput Azka dari
sekolahnya,lalu memindahkan visinya ditambah dengan banyak imajinasinya
tentang paduan warna-warna indah di alam. Metamorfosa yang mengagumkan,
toples biasa yang nampak "dingin" dalam sentuhan tangan Nina menjadi
Maha Karya yang indah.
Masih 12 buah toples kaca yang belum Nina rampungkan dan Ninapun masih
bersemangat saat dirasanya Alya agak berbeda pagi itu,Alya sedikit
meringis memegang kepalanya :"Mama...kepala Alya sakit".Nina meraba dahi
putri sulungnya itu,panas. Nina mengambil thermometer dikamarnya untuk
mengukur suhu badan Alya,ternyata benar suhu badannya mencapai 38.5"C.
Memang sudah dua hari ini badan Alya agak hangat,namun anak itu masih
nampak ceria bermain dengan teman atau adik-adiknya.Hari ini tak bisa
ditawar lagi,Nina menghentikan pekerjaannya,digendongnya putri shalehah
kesayangannya yang sering membantunya membuat eslilin untuk dijual di
sekolahnya itu:" Kemari shalehah,mama gendong..anak mama yang cantik ini
sakit ya,Ya Allah..Alya sakit,Ya Allah..Alya suka bantu Mama,Alya anak
yang baik..sayangi Alya ya Allah". Nina membisikkan do'a itu dekat di
telinga Alya dalam gendongannya. Dibaringkannya Alya di atas kasur,Nina
mencari obat penurun panas didalam kotak obatnya,diberikannya satu
tablet untuk Alya.
Di atas ranjangnya Alya menatap wajah mamanya lama, Nina tersenyum
kepada putrinya:"Apa yang terasa sekarang nak? sabar ya sayang..."Nina
mengusap-usap kepala putrinya lembut. Alya tak menjawab pertanyaan
ibunya,bahkan ia balik bertanya dengan suara kecilnya:"Mama, Mama bilang
Allah itu baik,sayang sama kita, tapi kenapa Allah kasih Alya sakit?
kenapa Papa juga dikasih sakit nggak bisa jalan lagi?".Nina tercenung
menatap putrinya,pertanyaan kanak-kanak biasa,tetapi jika disampaikan
dalam keadaan Alya terbaring sakit seperti ini dan suami yang tak
segagah dahulu lagi,Nina perlu menata hatinya sejenak yang terasa disapu
sutra berduri:"Sayang, Allah memang Sangat Baik, Allah kasih Papa sakit
sebentar supaya Mama bisa ketemu Papa setiap hari,pagi,siang,malam.
Supaya Mama bisa suapin Papa seperti Mama suapin Alya,de Azka sama de
Aishah...kan Mama sayang kalian,sayang Papa juga. Kalau Papa sama Alya
dikasi sakit,dosa-dosa Papa dan Alya nanti Allah hapus kalau Papa sama
Alya nya sabar". Alya terus menatap Nina,sebelum akhirnya tertidur.Nina
menempelkan kompresan air hangat di dahi Alya,dan sambil menahan
serangan kantuknya ia kembali menekuni gelas kacanya.
Demikian,berbulan-bulan, bertahun-tahun kehidupan Nina penuh dengan
romantika. Namun semua itu mampu dihadapi Nina dengan tabah Tak terasa
pada tahun kedelapan bisnis Nina di bidang produksi barang-barang
terbuat dari kaca semakin berkembang,kini ia telah memiliki galery
sendiri yang ia bangun di garasinya.Rumah mereka yang terletak di lokasi
yang tidak terlalu ramai tidak menghalangi berdatangannya
pelanggan-pelanggannya. Demikian pula atas pendampingan Nina yang tulus
atas keadaan suaminya,membuat Dandy semakin mandiri,walau kedua kakinya
masih tak mampu berjalan,namun dengan kedua tangannya dia mampu kembali
bekerja sebagai seorang programer untuk mengerjakan beberapa
proyek-proyek.
Nina masih belum tidur malam itu,ketika Alya yang telah menjelma menjadi
gadis dewasa menghampirinya dan membaringkan kepalanya di atas
pangkuannya:" Mama, satu minggu lagi Alya menikah,Alya takut Ma...Alya
takut nggak bisa seperti Mama".Alya berbicara pelan. Nina mengangkat
wajah putrinya dan menatapnya lekat, walau besok lusa dia akan menikah
menjadi "milik" suaminya, Alya tetaplah Alya "bayi cantik" yang
dicintainya dan terasa berat menyadari bahwa tak akan lama lagi anak ini
akan dibawa suaminya jauh dari pelukannya:"Anakku sayang....kita tak
perlu takut tidak bisa menjadi sesuatu, lihat gelas-gelas kaca
Mama...gelas-gelas itu benda yang sangat rapuh, tersenggol sedikit dia
akan jatuh dan pecah. Tapi kamu ingat nak, dari gelas-gelas yang rapuh
itulah Allah "mengangkat" nasib keluarga kita. Mama melukisnya menjadi
benda yang indah agar orang-orang mau membelinya.Dari sana Mama bisa
membeli obat untuk Papa,kursi rodanya, biaya sekolahmu dan adik-adikmu,
biaya makan kita dan bahkan untuk pernikahanmu nanti Nak. Hanya dengan
mau sedikit bersyukur, apapun pemberian Tuhan dalam segala bentuknya
pasti bisa kau muliakan dan manfaatkan. Jaga hatimu tetap bening ya
Nak,seperti gelas-gelas kaca Mama". Kedua hamba-hamba tuhan itu, ibu dan
anak itu saling menatap, ada bulir-bulir mutiara di mata mereka, Bening
sebening gelas-gelas kaca Nina
Bogor 12 Februari 2010-Winny
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^