Langit masih menyisakan deris gerimis. Suara penyiar berita di TV tua
kami tak mampu menepis galauku. Kuperbaiki letak ember di ruang
tamuku untuk menampung sisa hujan yang bocor disitu. Bagaimanapun aku
berharap, pemilik rumah ini tetap tak mau memperbaiki atap bocornya
hingga hutang 3 bulanku terlunasi.
"Mama, Nina mau makan"
"Nina mau makan ? tunggu ya nak, Mama selesaikan jahitan ini dulu ya.
Cuma sebentar koq. Sini, dekat Mama, Nina tidur di paha Mama aja, nanti
Mama buatkan makanan buat Nina ya"
Itu kata-kata terakhirku sebelum akhirnya Nina tertidur di pangkuanku,
sedang aku masih berpura-pura menisik baju tetanggaku.Kuusap perut
anakku yang lapar, dan air mataku jatuh di wajahnya yang rembulan. Aku
tak punya sesuatu untuk dia makan malam ini. Uang terakhirku telah
kubelikan obat si sulung yang tengah demam sore tadi.
Terjerat tatapku di foto yang terpaku di dinding kamar. Ada kamu disitu, gagah bersanding denganku di pelaminan merah kita.
"Dimana kamu ?
"Sekuat daya kutahan air mata agar tak jatuh disebabkanmu, namun aku
tak pernah berhasil. Aku ingin tegar seperti wanita-wanita kuat
lainnya. Aku ingin kuat untuk anak-anakku. Anak-anak kita. Ya, aku
harus kuat, besok, harus kuhadapi lagi raksasa-raksasa bermuka seram
itu. Menagih hutang yang tak pernah aku tahu kau telah meminjamnya
untuk menjadi bebanku. Dan kini telah berbunga berlipat kali. Dan hanya
Tuhan yang tahu bagaimana akhirku dengan hutang sebesar itu.
Kusesap tandas teh di cangkirku, ingin kunikmati pahitnya hingga di
tegukan terakhir malam ini. Mungkin masih bisa kukurangi perih di
lambung dan hatiku . Untuk kumpulkan kembali serpih semangatku yang
terserak, demi anak-anakku.....bahkan untuk janin yang terus bergerak
di rahimku .
Bogor, 8 Juli 2011
Terinpirasi dari kehidupan nyata seseorang yang kukenal
Dia seorang Ibu dengan 6 orang putra. Kini harus berjuang sendiri
tanpa suami yang pergi entah kemana. Bergelut dengan nasibnya untuk
membuat anak-anaknya masih bisa makan dan sekolah, sekaligus menghadapi
para penagih hutang yang tak berbelas kasih.
Sungguh, di antara hangat kenyamanan kita detik ini, ada tabir yang
membatasi kita dengan anak-anak yang merintih kelaparan, dengan
anak-anak yang menangis kesakitan karena demam, dengan anak-anak yang
pedih hatinya menyaksi ibunya bertahan sendirian dalam tajamnya tikaman
kemiskinan, dengan anak-anak yang menatap ibunya dibiarkan sesak
tenggelam dalam kerasnya zaman
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^