Mencari Sebuah Masjid
(karya Taufiq Ismail)
20 SEP
Aku diberitahu tentang sebuah masjid
Yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
Fondasinya batu karang dan pualam pilihan
Atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
Dan kubahnya tembus pandang, berkilauan
Digosok topan kutub utara dan selatan
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberi tahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
Dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
Dengan warna platina dan keemasan
Berbentuk daun-daunan sangat beraturan
Serta sarang lebah demikian geometriknya
Ranting dan tunas jalin berjalin
Bergaris-garis gambar putaran angin
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberi tahu tentang masjid yaang menara-menaranya
Menyentuh lapisan ozon
Dan menyeru azan tak habis-habisnya
Membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
Kemudian nadanya yang lepas-lepas
Disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
Yang memperindah ratusan juta sajadah
Di setiap rumah tempatnya singgah
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberi tahu tentang sebuah masjid yang letaknya dimana
Bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
Engkau berjalan sampai waktu asar
Tak bisa kau capai saf pertama
Sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
Bershalatlah dimana saja
Di lantai masjid ini, yang luas luar biasa
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
Yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
Dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
Di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
Yang menyimpan cahaya matahari
Kau lihat bermilyar hurufdan kata masuk beraturan
Ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
Di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
Terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya
Tempat orang-orang bersila bersaama
Dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
Dan pendapat bisa beerlainan namun tanpa pertikaian
Dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
Dalam simpul persaudaraan yang sejati
Dalam hangat sajadah yang itu juga
Terbentang di sebuah masjid yang mana
Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya
Pada suatu hari aku mengikuti matahari
Ketika di puncak tergelincir dia sempat
Lewat seperempat kuadran turun ke barat
Dan terdengar merdunya azan di pegunungan
Dan aku pun melayangkan pandangan
Mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
Ketika seorang tak ku kenal membawa sebuah gulungan
Dia berkata
‘Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan’
Dia menunjuk ke tanah ladang itu
Dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
Secarik tikar pandan
Kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
Airnya bening dan dingin mengalir beraturan
Tanpa kata dia berwudhu duluan
Aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
Ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
Hangat air yang terasa, bukan dingin kiranya
Demikianlah air pancuran
Bercampur dengan air mataku
Yang bercucuran
–Jeddah, 30 Januari 1988–
Saya salah seorang pengagum karya-karya Taufiq Ismail, saya menemukan tulisan ini dari blog seorang teman, hari ini saya mempostingnya karena kembali, saya terpesona magis kata-katanya. Saya bagi kepada teman-teman, untuk menemukan Masjid kerinduan itu, dan bersujud didalamnya.
(karya Taufiq Ismail)
20 SEP
Aku diberitahu tentang sebuah masjid
Yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
Fondasinya batu karang dan pualam pilihan
Atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
Dan kubahnya tembus pandang, berkilauan
Digosok topan kutub utara dan selatan
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberi tahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
Dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
Dengan warna platina dan keemasan
Berbentuk daun-daunan sangat beraturan
Serta sarang lebah demikian geometriknya
Ranting dan tunas jalin berjalin
Bergaris-garis gambar putaran angin
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberi tahu tentang masjid yaang menara-menaranya
Menyentuh lapisan ozon
Dan menyeru azan tak habis-habisnya
Membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
Kemudian nadanya yang lepas-lepas
Disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
Yang memperindah ratusan juta sajadah
Di setiap rumah tempatnya singgah
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberi tahu tentang sebuah masjid yang letaknya dimana
Bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
Engkau berjalan sampai waktu asar
Tak bisa kau capai saf pertama
Sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
Bershalatlah dimana saja
Di lantai masjid ini, yang luas luar biasa
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
Yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
Dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
Di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
Yang menyimpan cahaya matahari
Kau lihat bermilyar hurufdan kata masuk beraturan
Ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
Di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
Terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita
Aku rindu dan mengembara mencarinya
Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya
Tempat orang-orang bersila bersaama
Dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
Dan pendapat bisa beerlainan namun tanpa pertikaian
Dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
Dalam simpul persaudaraan yang sejati
Dalam hangat sajadah yang itu juga
Terbentang di sebuah masjid yang mana
Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya
Pada suatu hari aku mengikuti matahari
Ketika di puncak tergelincir dia sempat
Lewat seperempat kuadran turun ke barat
Dan terdengar merdunya azan di pegunungan
Dan aku pun melayangkan pandangan
Mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
Ketika seorang tak ku kenal membawa sebuah gulungan
Dia berkata
‘Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan’
Dia menunjuk ke tanah ladang itu
Dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
Secarik tikar pandan
Kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
Airnya bening dan dingin mengalir beraturan
Tanpa kata dia berwudhu duluan
Aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
Ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
Hangat air yang terasa, bukan dingin kiranya
Demikianlah air pancuran
Bercampur dengan air mataku
Yang bercucuran
–Jeddah, 30 Januari 1988–
Saya salah seorang pengagum karya-karya Taufiq Ismail, saya menemukan tulisan ini dari blog seorang teman, hari ini saya mempostingnya karena kembali, saya terpesona magis kata-katanya. Saya bagi kepada teman-teman, untuk menemukan Masjid kerinduan itu, dan bersujud didalamnya.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah singgah di Goresanku ya ^_^